"Garuda Indonesia! Menang kami sanjung, kalah kami dukung!" (Suporter Indonesia)
Puluhan ribu suporter setia Timnas Indonesia berdiri tepuk tangan di tribun penonton, saat Bonyadifard Mooud (Iran) meniup peluit mengakhiri laga Indonesia versus Jepang di Stadion Utama GBK Senayan, kemarin Jumat (15/11/2024) malam. Indonesia kalah telak (0-4).
Apa yang sedang terjadi? Apakah malam itu suporter Indonesia telah berbalik mendukung Jepang si pemenang dan meninggalkan Indonesia si pecundang?
Tidak! Suporter Indonesia tetap mendukung Timnas Indonesia.
Malam itu suporter hanya sedang meluapkan apresiasi atas laga yang berlangsung seru dan sportif. Laga putaran ketiga Grup C pada kualifikasi Piala Dunia 2026 itu bahkan nyaris bersih. Â Ya, andai saja tak ternoda oleh kartu kuning Kaoru Mitoma (Jepang) lantaran menyikut wajah Kevin Diks (Indonesia).
Suporter Indonesia itu realistis. Melawan Jepang, peringkat 15 dunia, Indonesia butuh mukjjzat. Dan suporter tahu, era mukjizat sudah lama berlalu.
Sepakbola masa kini adalah praksis permainan saintifik di lapangan hijau. Semua aspek permainan bisa diteorikan dan diterapkan berdasar kaidah-kaidah ilmiah yang presisi.Â
Jepang adalah ikon sepakbola saintifik di Asia. Perhatikan permainan mereka yang teorganisir dan terukur di lapangan. Kecepatan (speed), kekuatan (power), ketepatan (precision), kekompakan (cohesion), dan ketahanan (endurance) para pemain Jepang dipanggungkan secara orkestrasi di lapangan hijau.Â
Permainan Jepang sangat indah dan nikmat ditonton. Â Bukan hanya suporter Indonesia yang terpesona, tapi pemain Indonesia juga terpana, sampai lupa cara mencetak gol dan mengamankan gawangnya.
Karena itu, bagi Jepang, urusan mencetak gol ke gawang Indonesia yang dikawal kiper secekatan Martin Paes adalah sesederhana soal berhting 2 + 2 = 4. Suporter Indonesia dapat menerimanya sebagai hasil yang benar, realistis, sekalipun dirasa pahit.Â