Ada versi lain sejarah kopi di Tanah Batak. Katanya bukan tentara Belanda, melainkan pendeta Zending Protestanlah yang membawa bibit kopi kopi Arabika Abeesynia (asal Ethiopia) dari Mandailing. Varietas kopi tahan karat daun itu diperkenalkan Pemerintah Hindia Belanda tahun 1928.[1]
Tapi kedua versi sejarah kopi itu tak perlu dipertentangkan. Pemerintah Hindia Belanda dan Zending Protestan memang sama-sama berperan memperkenalkan kopi kepada petani Humbahas.
Akan halnya kopi Sigararutang, tak pelak lagi, dia adalah kemurahan alam Kaldera Toba. Dikatakan begitu karena dia lahir dari persilangan alami kopi Typica dan Catimor. Dua varietas itu tadinya banyak ditanam warga Humbahas. Typica adalah varietas Arabika asal Ethiopia/Yaman. Sedangkan Catimor merupakan persilangan Arabica Caturra (Nikarakua) dan kopi Timor (persilangan Arabika dan Robusta).Â
Karena asal-usul alaminya itu, Sigararutang kemudian teridentifikasi sebagai varietas arabika endemik Kaldera Toba. Bermula dari Humbahas, pertanaman kopi itu menyebar ke daerah lain di lingkar kaldera. Tumbuh baik pada daerah dengan ketinggian 1,000-1,500 mdpl, Sigararutang telah mendapatkan spesialitasnya dari keunikan geologis, geografis, dan klimatologis Kaldera Toba.
Tak ada kopi lain seperti Sigararutang. Itu sebabnya dia diakui secara nasional sebagai varietas kopi unggul asli Humbahas, Kaldera Toba (SK Mentan Nomor 205/Kpts/SR.120/4/2005). Pengakuan itu dikuatkan Kemenkumham dengan sertifikat indikasi geografis (IG) untuknya sebagai Kopi Lintong Arabika Sumatera (IG Nomor ID G 000000063, 21/12/2017).
Sebagai kopi unggul lokal, Sigararutang tergolong kopi katai (pendek, maksimal 2 m) yang produktif nyaris sepanjang tahun. Isi dombolan buahnya tak terlalu banyak, tapi ukuran per buah tergolong besar (196 gram/100 buah). Dengan asumsi 1,600 pohon/ha, produktivitas kopi ini berkisar 800-2,300 kg biji/ha, atau rata-rata 1,500 kg biji/ha.
Sigararutang adalah varietas unggul lokal utama dalam kelompok indikasi geografis Arabika Lintong Sumatera. Dia diidentifikasi sebagai "kopi specialty dengan citarasa excellent yang memiliki aroma floral, spicy, caramelly, lemony, herba dan earthy." Keasamannya terbilang rendah dan rasanya tidak terlalu pahit di lidah.
Mungkin ada yang bertanya, mengapa Sigararutang disebut Kopi Lintong padahal aslinya dia ditemukan di Paranginan? Alasannya sederhana. Sewaktu kopi itu ditemukan tahun 1988 di Paranginan, desa itu masih bagian dari Kecamatan Lintongnihuta. Karena itu nama "Lintong" terbawa sebagai identifikasi geografis.
Juru Selamat Ekonomi Petani
Sigararutang itu boleh dibilang "juru selamat" ekonomi petani kopi Humbahas khususnya, Kaldera Toba umumnya. Sejak penyakit karat daun meluluh-lantakkan kopi Arabika di Hindia Belanda tahun 1878, petani kopi mengalami masa lesu berkepanjangan. Tak terkecuali petani kopi di Humbahas, mulai dari Paranginan, Lintongnihuta, Doloksanggul, Pollung, Sijamapolang, sampai Onanganjang.