Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Tano Ponggol, dari Wilhelminakanaal ke Terusan Kaldera Toba

27 Januari 2024   13:41 Diperbarui: 29 Januari 2024   15:25 1804
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jembatan Aek Tano Ponggol. (Kompas.com/Hari Susyanto)

Hanya di Kaldera Toba, sebuah terusan menyatukan dua sisi danau, sekaligus menciptakan sebuah pulau yang eksotis.

Sampai tahun 1910, Pulau Samosir bukanlah sebuah pulau, daratan yang dikelilingi air. Dia hanyalah sebuah semenanjung yang menjorok dan menggembung serupa buah nangka dari kaki Gunung Pusukbuhit, di sisi barat Kaldera Toba.

L.C. Welsink, Residen Tapanuli era koloniallah yang berinisiatif menyulap Samosir jadi pulau. Dia memerintahkan kerja rodi pada tahun 1907 untuk menyodet tanah genting, semacam "tangkai buah nangka" di sisi barat Pangururan.

 Wajah Baru Tano Ponggol tahun 2023 (Foto: Tangkapan layar TikTok @sudomo simanungkalit)
 Wajah Baru Tano Ponggol tahun 2023 (Foto: Tangkapan layar TikTok @sudomo simanungkalit)

Saat "tangkai" itu putus tiga tahun kemudian, air danau dari sisi utara dan selatan tanah genting saling bertemu, membentuk sebuah kanal. "Buah nangka" Samosir pun dikelilingi air. Dia resmi menjadi sebuah pulau.

Terhitung sejak 1910, genap sudah terusan Tano Ponggol kini berusia 114 tahun. Peruntukan dan kondisinya telah mengalami banyak perubahan dalam rentang masa itu.

Wilhelminakanaal, Hadiah Ulang Tahun Ratu Belanda

Segera setelah Perang Batak berakhir, ditandai oleh tewasnya Sisingamangaraja XII pada 17 Juni 1907, pemerintah kolonial Belanda mulai memusatkan upaya politiknya pada penguasaan penuh atas seluruh kawasan Kaldera Toba. 

Terusan Wilhelmina sekitar tahun 1910-an. Jembatan masih darurat. (Foto: via obatak.com)
Terusan Wilhelmina sekitar tahun 1910-an. Jembatan masih darurat. (Foto: via obatak.com)

Keberadaan tanah genting di Pangururan segera tampil menjadi salah satu kendala mobilitas pasukan dan perbekalan dari sisi selatan (Balige) ke utara (Tongging) waktu itu. Untuk melewati area itu, perahu harus diseret dari sisi selatan ke utara Pangururan. Sama sekali tak efisien. 

Karena itu L.C. Welsink, Residen Tapanuli (1898-1908) tahun 1907 mengambil inisiatif untuk mengerahkan rodi menggali terusan yang menyodet tanah genting itu. Bukan hal mudah karena adanya penolakan dari masyarakat Samosir. Warga takut semenanjung Samosir akan tenggelam jika tanah genting itu disodet.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun