Cemen? Ya, iyalah. Masa hanya gara-gara gak masuk kalender FIFA, wasit shibal saekkiya alias brengseks, dan pemain lawan brutal, kita harus keluar. Apa kata Timor Leste?
Pantes-pantesnya PSSI mendukung AFF-lah untuk berjuang agar Piala AFF masuk kalender FIFA, mutu wasit AFF tinggi, dan kekerasan di lapangan ditekan ke lepel zero.
Tiga hal itu yang mestinya diupayakan Pak Erick Thohir selaku Ketum PSSI. Bukannya tinggal glanggang colong playu. Itu mah pengecut namanya. Kalo pilihannya cuma keluar dari AFF, yaaah, Pak Erick mundur ajalah dari posisi Ketum PSSI. Sekelas great enterpreneur kok gitu.Â
Nah, tapi ada tapinya, ya. PSSI perlu juga ngacangin AFF sebagai bentuk "protes halus" nyelekit.
Caranya begini. Selama Piala AFF belum masuk kalender FIFA, mutu wasit masih rendah, dan kekerasan di lapangan tak berkurang, jangan pernah kirim pemain lapis pertama ke sana. Kirimlah pemain lapis dua dan tiga yang belum punya pengalaman laga regional/internasional, komposisinya fifty - fifty.Â
Faham maksudnya, kan? Untuk sebuah kompetisi bermutu rendah, ya, kirimlah tim kelas dua atau tiga. Â
Intinya, PSSI tetaplah  bergabung dengan AFF. Tapi jadikanlah Piala AFF sebagai ajang promosi untuk lapis dua dan lapis tiga pemain nasional.Â
Dampak psikologisnya maut, tuh. Kalaupun Timnas kita kalah, ya wajarlah. Tapu lawan gak bisa bangga juga, kan? Kalau kita kebetulan menang, nah lawan bakal malu berat, dipecundangi pemain serep cadangan.
Jadi Pak Ketum Erick Thohir, sebelum tiga masalah tadi teratasi, jangan pernah mengirim tim kelas satu ke Piala AFF. Kasihan Indonesia dipermalukan terus! (eFTe)
Â