"Tapi kulitnya gak mulus, Mbak."
"Oh, Pakde suka yang mulus, ya. Kalau aku suka yang manis."
Pikirku, Mbak Diah penjual buah itu sudah mulai masuk ranah privasi. Sebagai lelaki lansia baik-baik, aku wajib baper, dong. Aku kan bukan lelaki macam Aki Hensa, Ayah Tuah, Kakek Merza, atau Acek Rudy.
Pikirku, ini harus dihentikan. Kebetulan ada Mas Arif, suaminya di situ.
"Mas Arif, suka wajah istrimu mulus atau manis."
"Dua-duanya, Pakde. Mulus dan manis."
"Laki-laki, gak tua gak muda, sama saja." Mbak Diah mencak-mencak. Mulutnya semakin ganas mengunyah jambu manis yang takmulus itu. Seakan mau mengerkah suaminya dan aku.
"Semoga kamu gak kena disentri, Mbak," doaku dalam hati sambil berlalu menenteng sebuah nenas, sebuah pepaya, dan tiga buah mangga arum manis. (eFTe)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H