Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Pantaskah Anjing Menjalani Adat Perkawinan Orang Jawa?

19 Juli 2023   21:51 Diperbarui: 20 Juli 2023   13:34 4881
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pernikahan anjing Alaskan Malamute bernama Jojo dan Luna yang menghabiskan dana lebih dari Rp 200 juta, Sabtu (15/7/2023) (Dokumentasi Valentine Chandra (Valen)/kompas.com)

Lain soal bila seekor anjing K9 kepolisian yang mati. Sudah ada aturan pengormatan secara kedinasan untuknya.  Misalnya kematian Archie, anjing K9 Archie milik Polda Sulselctahun 2020. Dia mendapat kehormatan berupa upacara pemakaman secara kedinasan. Jasanya sangat besar antara lain dalam pencarian korban-korban gempa/tsunami/likuifaksi di Palu (2018)  dan tanah longsor di Gowa (2019).

Sampai di situ, khalayak masih mahfum soal ekspresi rasa sayang dan penghormatan pada anjing. Sejauh itu tak menyinggung perasaan dan atau martabat kemanusiaan seseorang atau sekelompok orang.

Tapi kasus ritual perkawinan Luna dan Jojo, dua ekor anjing Alaskan Malamute, di PIK baru-baru ini telah menuai reaksi ketersinggungan dari individu-individu dan kelompok-kelompok etnis Jawa. Pasalnya ritual perkawinan mewah berbiaya Rp 200 juta, dengan 100 orang panitia, itu menggunakan adat perkawinan Jawa. 

Tentu bisa dimengerti, tapi tak mesti disepakati, ritual perkawinan anjing itu adalah wujud ekspresi rasa sayang kedua pemilik,  Valentina Cahandra dan Indira Ratnasari, terhadap anjing masing-masing. 

Tapi tak urung timbul pertanyaan menggelitik. Apakah perkawinan dua ekor anjing pantas digelar dengan adat Jawa? Tidakkah itu suatu tindakan merendahkan atau menista budaya Jawa, khususnya adat perkawinan?

***

Sebaik-baiknya perilaku seekor anjing tetaplah dia anjing yang tak berbudaya. Dan seburuk-buruknya perilaku seorang manusia tetaplah dia manusia yang berbudaya. 

Perilaku seekor anjing dipandu oleh insting hewani yang dilatih manusia agar berorientasi pada kesetiaan dan perlindungan terhadap tuannya. Seekor anjing dikatakan cerdas jika berperilaku sesuai kehendak tuannya.

Sementara perilaku seorang manusia dipandu oleh intuisi dan rasio yang berkembang dalam koridor norma sosial dan dalam konteks budaya tertentu. Seorang manusia dikatakan cerdas secara sosial jika berperilaku sesuai rambu-rambu norma sosial dalam budayanya.

Jadi anjing dan manusia itu dibedakan oleh budaya. Manusia memiliki budaya yang diciptakan dan dipedomani dalam hidupnya. Sedangkan anjing tidak memiliki budaya. 

Budaya itu secara sederhana bisa didefinisikan sebagai sistem pemaknaan dalam suatu masyarakat. Wujudnya berupa sistem norma, gagasan yang dirumuskan sebagai panduan perilaku (sikap dan tindakan), berikut materi (benda) yang diciptakan sebagai sarana perilaku itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun