Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Dua Lansia Seteru, Dua Puisi Berseru

8 Juli 2023   14:21 Diperbarui: 8 Juli 2023   21:36 599
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

***

Ayah Tuah dan Felix Tani itu sejatinya dua sekawan lansia. Mereka suka berseteru karena memang tak ada hal baik lain yang bisa dilakukan kecuali itu.

Hal baik? Berseteru itu itu hal baik?

Ya, dari sudut pandang Marxian memang begitu. Konflik adalah jalan menuju perbaikan kondisi.

Untuk konteks perseteruan Ayah dan Felix, begini penjelasannya.

Ayah Tuah itu seorang sastrawan. Bukan, eh, belum sastrawan besar, sih. Tapi tetap saja terbilang sastrawan. Setidaknya dia sudah menerbitkan antologi puisi Tiga Bicara Hujan. 

Boleh dikata, selain biang cerpen, Ayah Tuah terutama adalah buaya puisi. Seperti dibuktikan dengan puisi-puisinya yang kerap menjadi Artikel Utama (AU) di Kompasiana. Walau itu AU di tengah malam. Pilu, memang.

Sebaliknya, Felix Tani itu jelas bukan sastrawan. Dia cuma seorang penulis picisan yang gemar pamer teori sosiologi dalam artikel-artikel sumirnya. Biasanya tentang masyarakat Batak Toba dan ragam masalah sosial lainnya.

Jika ada sisi baik pada Felix, maka itu hanya soal semangatnya belajar menulis puisi. Tapi ada bedanya dengan Ayah Tuah. Ayah menulis puisi pasifis yaitu puisi yang cinta perdamaian, patuh pada teori, metode, dan kaidah-kaidah baku. Felix menulis puisi anarkis. Maksudnya, terserahlah caranya, yang penting logis, etis, dan estetis.

Anarkisme itu kemudian menjadi salah satu pemicu seteru antara Ayah Tuah dan Felix Tani. Ayah itu patuh pada kaidah puisi, Felix menerabasnya. Karena itu di mata Ayah puisi Felix itu bukan puisi melainkan pseudo-puisi. 

Tak apalah. "Jika kubilang ini puisi maka puisilah ini." Demikian Felix kukuh pada pendirian anarkisnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun