Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Humor Pilihan

Komentator Artikel Kompasianer Ini Hanya Felix Tani

14 Juni 2023   08:37 Diperbarui: 14 Juni 2023   08:57 790
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Komentar adalah penanda pembaca menyimak isi artikel. Maksudku komentar yang sesuai isi artikel. Bukan komentar basa-basi angin lewat bikin ngantuk semisal "Dahsyat", "Berkualitas", "Mantap", "Asyik", dan "Terimakasih atas informasinya".

Kalau komentar "Terus semangat! Tetap semangat!"? Ah, ini sih lumayan. Lumayan menyebalkan. (Kalau dibaca saat ngantuk. Ngantuk kok semangat.).

Komentar itu penanda mutu artikel yang, ya, paling tidak lumayanlah bagi pembaca. Sebab kalau tak bermutu, apa pula yang bisa dikomentari.  Kalaupun jumlah viewer-nya banyak, itu biasanya karena judulnya clickbait. Artikel Felix Tani banyak yang begitu. Juga artikel rekan Capres 2024 alias Tante Vaksin. Gak mutu, blas, jijay.

Eh, sudah 102 kata, ya. 

Oke, panjangin dikit lagi agar sesuai judul.

Begini. Ada seorang rekan kompasianer yang kini nasibnya ngenes banget.  Dulu dia sangat terkenal, dielu-elukan, sampai berhasil meraih gelar Kompasianer Best in Opinion. Tahun berapa itu, aku lupa. Gak penting juga. Sebab menurut dia, Admin dan kompasianer telah salah menilai. Pantasnya, katanya, dia menjadi Best in Fiction. Fiktif banget, ya.

Dia penulis spesial artikel politik. Isinya bernas, kalimatnya tedas, dan bahasanya pedas. Dalam bahasa Admin "nakal tapi masuk akal." Saking nakalnya, kerap artikelnya dimasukkan Admin ke karantina, atau sekalian dibuang ke tong sampah. Mesakno, tenan.

Baca juga: Kutunggu Jandamu

Sampai hari ini, kompasianer itu masih tetap menulis di Kompasiana. Tapi senjakala memang tak bisa ditunda. Sekalipun kamu dikaruniai mukjizat seperti Nabi Yosua, bisa menghentikan gerak matahari sore. Tetap saja senja akan tiba. Supaya ada malam, lalu pagi lagi. Dunia belum kiamat, bukan?

Kini kompasianer yang tak bisa lagi menghitung ubannya itu tak lagi dikenal mayoritas kompasianer generasi strawberry. Mereka ini kompasianer YZ yang artikelnya bagus-bagus banget, tapi kalau dikritik dikit langsung terluka.  

Tapi bisa dimengeri juga bila mayoritas kompasianer YZ itu gak demen pada artikel kompasianer lawas itu.  Masalahnya, tipe artikelnya itu adalah selera kompasianer tua macam Felix Tani. Sementara kompasianer tua tinggal segelintir, mayoritas sudah ghosting entah ke mana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun