"Oh, sengaja saya kendurkan kalau sedang tak dipakai. Agar tetap bagus. Jadi, saat dipakai berburu, bisa melesatkan anak panah tepat ke sasaran," jawab penatua itu.
"Saya juga sedang mengendurkan busur pikiran. Agar tetap sehat. Jadi, tetap jitu melesatkan panah kebenaran ilahi," balas Yohanes.
Kisah yang sungguh inspiratif, bukan?
Betapa pentingnya jeda berpikir. Memberi kesempatan rehat pada otak. Untuk pemulihan dan penyegaran.
Dengan cara itu otak menjadi sehat. Sehingga pikiranpun  menjadi jernih -- logis, etis, dan estetis.
Kita pun akan terhindar dari sesat pikir dan pikiran jahat.Â
Pelajaran itulah yang membuatku bersyukur. Terimakasih, Romo Nono.
Lantas, kenapa malu?
Begini. Konon anekdot itu sudah dikisahkan dari generasi ke generasi sejak seribuan tahun lalu. Nah, aku sudah melewati lebih dari setengah abad usia sejak sadar diri sebagai orang Katolik. Tapi kok baru sekarang mendengar anekdot itu.
Itu kan ajaran sederhana tentang hidup beriman yang sehat. Bahwa kita perlu retret, rekoleksi, untuk memeriksa kesehatan dan menyembuhkan iman.
Aku lalu membandingkan diri pada para pengkotbah.Â