Saat skor 4-0, Inggris agaknya merasa cukuplah sudah. Permainan mereka agak melonggar. Kesempatan itu dimanfaatkan iran untuk naik ke atas. Maka terjadilah gol indah Taremi (65'), ujung tombak  Iran yang bermain untuk FC Porto.
Inggris "marah". Iran "dihukum" langsung dengan dua gol tambahan dari Rashford dan Grealish, keduanya pemain pengganti. Hukuman penalti dari VAR, yang dieksekusi Taremi, di akhir injury time kemudian memperkecil kekalahan Iran.
Laga Inggris versus Iran mengajarkan bahwa dalam sepakbola tak ada tembok pertahanan yang tak bisa ditembus. Sekalipun Iran "memarkir bus" di daerah pertahanannya, bola tetap bisa menerobos lewat "kolong dan atap bus".Â
Jadi? Ya, lebih terhormat kalah karena menyerang, ketimbang kalah karena bertahan. Jika ada yang bilang "pertahanan adalah serangan terbaik", maka dia sedang mengumbar mimpi. Permainan bertahan lebih memungkinkan untuk mencetak gol "bunuh diri" ketimbang gol ke gawang lawan.
Bagaimanapun, "latih tanding" tadi malam sangat bermanfaat bagi Iran untuk menata strategi bermain. Iran adalah pembelajar cepat. Pelajaran di babak pertama langsung dipraktekkan di babak kedua. Hasilnya 2 gol.
Iran yang sudah "dilatih" Inggris pasti bukan lawan yang mudah untuk AS dan Wales dalam laga berikutnya. Jika melawan Inggris (ranking 5 dunia FIFA) saja Iran (ranking 20) bisa memasukkan 2 gol, apalagi melawan AS (ranking 16) dan Wales (ranking 19).Â
Sesial-sialnya Iran, jika dilihat dari ranking FIFA, mestinya mampulah dia menahan imbang AS dan Wales.Â
But I have a dream, Iran will defeat US and Wales.
Syaratnya, seperti telah diajarkan Inggris, Iran harus mampu menjadikan ekosistem pertandingan sebagai ekosistemnya sendiri.
Ingat! Ini lapangan sepakbola. Bukan Kali Morkevaart. Berhentilah jadi ikan sapu-sapu. (eFTe)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H