Mobil kami berhenti tepat di depan pintu lobi hotel. Kulirik arloji di pergelangan tangan kiriku. Jarum pendek menunjuk angka 10 persis. Pukul 22.00, malam.
Perjalanan kami dari Parepare ke Makale Tana Toraja terlalu santai. Berangkat tadi sore pukul 16.00. Enam jam di jalan.Â
Ada selang waktu istirahat di Bambapuang, Anggareja Enrekang. Menikmati keindahan Buntu Kabobong. Disebut Gunung Nona. Satu bagian lerengnya membentuk citra vagina.
Aku, istriku, dan kedua anak gadis kami turun dari mobil. Daeng Kamri, supir tapi teman, menurunkan koper-koper. Sekalian mengangkatnya ke lobi.
Suasana di lobi sepi. Tak ada orang. Â Kecuali resepsionis. Seorang lelaki tua dalam balutan kemeja katun tenunan Toraja. Kutaksir umurnya sekitar 70 tahun.
"Aneh. Ini Desember. Menjelang Natal. Kenapa sepi?" Aku sempat membatin.
Aku merapat ke meja resepsionis.
"Malam, Pak. Mohon bisa chek in. Pesanan kamar atas nama Poltak."Â
Seorang rekan di Parepare sudah memesankan kamar di hotel itu dua hari yang lalu.
Lelaki tua itu tak menjawab. Dia mengambil sebuah buku tulis ukuran folio. Membukanya. Memeriksa daftar dengan ujung telunjuk.