Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Adat Batak dan Kematian Brigadir Joshua

19 Agustus 2022   13:26 Diperbarui: 20 Agustus 2022   19:48 6861
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beredar pendapat bahwa kejanggalan kematian Brigadir Joshua Hutabarat terungkap berkat pelaksanaan adat Batak Toba untuk almarhum oleh keluarganya.  

Sekurangnya ada dua pendapat.  Pertama, disebutkan  bahwa kewajiban adat untuk mengenakan ulos saput (pakaian ke alam baka) mengharuskan keluarga untuk membuka peti mati.  Karena itu keluarga melihat luka-luka yang janggal, bukan hanya luka tembak, di tubuh Brigadir J.  Ini pendapat dari pengacara keluarga Brigadir J.

Kedua, menolak pendapat pertama, dikatakan bahwa Brigadir J itu tergolong mate ponggol, meninggal saat masih lajang, sehingga secara adat tidak mendapat ulos saput.  Adat andung,  nyanyian ratapan kematianlah yang diyakini membuka kejanggalan kematian Brigadir J.  Pandangan ini disampaikan oleh antara lain Saut Poltak Tambunan, seorang budayawan dan sastrawan Batak Toba. Pendapat itu diamini juga oleh kompasianer David F. Silalahi ("Mangandung, Kunci Runtuhnya Tembok Dusta Duren Tiga", kompasiana.com, 18/8/2022).

Benarkah demikian?  Saya akan coba bahas satu per satu.  Ringkas saja.

Adat Ulos Saput

Pemberian ulos saput merupakan adat kematian dalam masyarakat Batak Toba. Adat itu berlaku untuk semua jenis kematian. Termasuk pada jenis mate dakdanak, kematian anak kecil (di bawah 10 tahun) dan jenis mate ponggol seperti pada kasus Brigadir J. 

Tapi memang ada perbedaan makna dalam pemberian ulos bagi orang mati dalam masyarakat Batak. Ulos saput adalah penyebutan yang lazim untuk ulos yang ditutupkan pada jenazah seseorang yang meninggal dengan status sudah berkeluarga. Disebut saput, pakaian, karena seseorang yang meninggal dunia harus berpakaian yang pantas untuk pergi ke alam baka. Tanpa ulos saput, berarti almarhum tergolong pulangsae, telanjang, dan itu dinilai tidak beradat.

Agar lebih jelas, berikut adalah contoh pemberian ulos saput dalam adat kematian Batak Toba (Youtube Jabat Parna):


Untuk anak kecil dan remaja/pemuda (lajang), ulos saput itu dimaknai berbeda.  Untuk anak kecil dimaknai sebagai lampin, kain bedongan untuk anak kecil.  Sedangkan untuk remaja/pemuda ulos saput dimaknai sebagai lage-lage, tikar untuk tidur.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun