Hanya jika konsisten benar, maka bisa dibuat sebuah sangkaan bahwa "kematian Brigadir J adalah sebuah kasus honour killing". Â Artinya, Brigadir J dibunuh demi menegakkan kehormatan (siri) keluarga FS.
Kasus honour killing adalah suatu tindakan rasional berorientasi nilai.  Tujuannya sudah bersifat absolut yaitu menegakkan nilai kehormatan keluarga.  Hanya cara (termasuk alat) pembunuhannya yang dipertimbangkan secara rasional. Artinya, honour killing tetap merupakan tidakan pembunuhan yang direncanakan demi tegaknya nilai kehormatan.
***
Apakah hipotesa  deep throat killing dan honour killing tersebut di atas benar (terbukti) atau salah (tidak terbukti), tentu harus dibuktikan berdasar hukum positif di ruang pengadilan.  Paparan di atas hanya salah satu upaya memahami kasus kematian Brigadir J dari sisi teori sosiologi.  Lebih sebagai sebuah upaya akademis.
Dari pemberitaan kini bisa diketahui pihak Brigadir J condong ke hipotesa deep throat killing. Sementara pihak FS condong ke hipotesa honour killing.
Mana yang benar, keputusannya tetap ada di pengadilan. Dan jika dipercaya  adanya peradilan yang jujur dan adil, maka suatu pembuktian yang benar tentu diharapkan.Â
Apakah hipotesa deep throat killing yang terbukti, atau sebaliknya hipotesa honour killing, atau mungkin hipotesa lain, yang jelas Brigadir J adalah korban pembunuhan. Â Karena itu harus ada pelaku yang mempertanggungjawabkannya.
Tapi satu hal yang perlu diingat pula. Â Peluang sebuah hipotesa untuk diterima (terbukti benar) atau ditolak (tidak terbukti benar), adalah sama (fifty - fifty) sampai akhirnya salah satu dari keduanya menjadi kesimpulan.
Karena itu publik tak perlu membuat pengadilan dan vonis sendiri di luar ruang pengadilan. Keterbatasan akses publik pada fakta-fakta hukum terkait kematian Brigadir J itu berpotensi menuntun pada peradilan publik yang sesat.
Bacaan:
[1] "Brigadir J Disebut Dibayangi Ancaman Pembunuhan Sejak Juni 2022, Pengacara: Dia Sampai Menangis", Kompas, 24/07/2022.