Tahun 2012, saat pertama kali remaja Josua Nopriansyah Hutabarat (J) berangkat dari Jambi ke Papua untuk tugas pertama sebagai polisi, ibundanya hanya membekali polisi remaja itu dengan sebuah Kitab Suci agama Kristen.Â
Pesan bekal Kitab Suci dari ibunya itu jelas, "Kasihilah sesamamu seperti engkau mengasihi dirimu." Itulah "hukum kasih", Â intisari Injil Kristus.Â
Dua belas tahun kemudian, tepatnya 9 Juli 2022, polisi muda itu pulang ke kampung halamannya di Jambi dengan pangkat Brigadir Polisi. Tapu dia pulang sebagai jenazah dengan luka tembak dan luka lain di tubuhnya.
Kematian seorang pemuda dalam keluarga Batak adalah peristiwa paling  memilukan bagi orangtua. Itu disebut sebagai mate ponggol, mati patah. Seperti tunas tanaman yang patah lalu mati tanpa sempat menghasilkan buah. Itu adalah sebuah harapan masa depan yang terenggut dari genggaman.Â
Kehilangan anak lelaki yang menjadi harapan dan kebanggaan keluarga, pastilah menenggelamkan kedua orangtua Brigadir J ke laut duka maha dalam. Didahului anak menghadap Tuhan adalah duka terdalam orangtua.
Tapi bukan semata kematian Brigadir J yang mengoyak hati ibundanya Rosti Simanjuntak dan ayahandanya Samuel Hutabarat. Sedalam apapun mereka tenggelam ke dasar laut duka, suatu saat pasti akan muncul kembali ke permukaan, ikhlas menerima kehendak Tuhan.
Narasi tentang penyebab kematian Brigadir J itulah yang sulit ditanggung kedua orangtuanya. Narasi awal dari kepolisian menyatakan Brigadir J bukan gugur dalam tugas tapi tewas karena mengkhianati tugasnya.Â
Dinarasikan bahwa Brigadir J tewas ditembak Bharada E, setelah kepergok berbuat tak senonoh pada PC, istri Irjen FS atasannya, yang diamanatkan untuk dilindunginya. Itu sebuah narasi kematian yang paling hina untuk seorang polisi.Â
Dengan narasi kematian semacam itu, Brigadir J langsung kehilangan kehormatannya. Nama baiknya sebagai polisi -- Â yang ditugaskan sebagai ajudan bagi Irjen FS serta istrinya PC -- langsung cemar dan rusak.
"Jangan berzinah" dan "Hormatilah orangtuamu". Itu dua dari 10 Perintah Allah, tercantum dalam Kitab Suci yang dulu dibekalkan ibundanya untuk Brigadir J. Apakah benar Brigadir J telah berbuat tak senonoh (berzinah?) kepada PC yang terbilang sebagai "orangtua" baginya? Jika benar demikian, maka Brigadir J juga tidak menghormati orangtua kandung yang melahirkan dan membesarkannya. Lebih dalam lagi, dia juga telah abai pada "hukum kasih".