Seorang almarhum tidak pergi sendiri dan menguburkan dirinya ke pemakaman. Upacara kematian dan pemakaman dilakukan oleh keluarga, kerabat, dan komunitas. Tak bisa lain, itu adalah tindakan sosial.
***
Apakah rekan Kompasianer Jati Kumoro telah berpulang menurut cara ideal yang pernah dipikirkannya, dan masuk ke surga-Nya seperti diharapkannya?
Tentang surga itu, semoga menjadi karunia Tuhan untuk Mas Jati, panggilan akrab dari saya untuknya. Â Saya, kamu, kita, hanya bisa berharap, memohon lewat doa kepada Tuhan.
Tapi soal cara berpulang, pada akhirnya harus ditafsir ulang secara post-factum. Â Manusia boleh berharap cara berpulang terindah, tapi itu menurut ukuran manusia.Â
Pada akhirnya, cara Tuhanlah yang terjadi. Bukan kehendakku, tapi kehendak-Nya yang terjadi. Â Dan itulah cara yang terindah, terbaik, yang dikaruniakan Tuhan untuk umatnya.
Mas Jati berpulang setelah sejak awal Maret 2022 dirawat karena komplikasi gagal ginjal, covid-19, dan gejala stroke. Masalah gagal ginjal sudah menderanya sejak 2018.
Pertanyaan dalam benak manusiawi saya, apakah cara berpulang yang begitu "menyakitkan" seperti itu adil bagi Mas Jati? Bagi seorang cendikiawan yang, setidaknya melalui Kompasiana, Â telah membahagiakan sesama lewat artikel-artikel humornya yang menghibur dan artikel-artikel sejarah dan budaya Jawa yang mencerdaskan?
Sepanjang saya kenal daring di Kompasiana sejak 2015, Mas Jati adalah tipikal orang Jawa yang sumeleh, Â nrimo ing pandum. Prinsip sepi ing pamrih rame ing gawe sungguh dilakoninya dalam berkompasiana.
Bukan capaian Artikel Utama, apalagi status verifikasi biru, Â bahkan bukan imbalan materi l yang menjadi motifnya berkompasiana. Menghibur dan mencerdaskan sesama, itu saja.Â
Dalam kalimat yang ringan dan sahaja, dia pernah berujar, "Kita untuk senang-senang saja di sini." Di sini, di Kompasiana. Tak lebih, tak kurang.Â