Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Layangan Putus Merindu Bulan

19 April 2022   06:57 Diperbarui: 19 April 2022   07:18 452
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Layangan putus merindu bulan (Dokpri)

Telah bulan ganti bulan, dia gelayut di sana, di pucuk julang antena televisi itu.

Dia, layangan putus, dulu pernah terbang membelah langit, hendak memetik bulan purnama.

Dia, layangan putus, kini  tinggal kerangka, terlapuk oleh basah hujan dan terik mentari.

Dia, layangan putus, kini hanya bisa merindu bulan, sebelum nanti direnggut angin lalu terbantun remuk ke tanah.

Telah tahun ganti tahun, sebuah hidup menjadi layangan putus, tersangkut di pucuk tiang durjana, merana merindu surga.

Rindu itu tak akan berujung, andai Dia tak mengutus seorang Anak, Juru Selamat bagi si layangan putus.(eFTe)

*)Gang Sapi Jakarta, 19 April 2022. Foto yang menginspirasi puisi ini diambil sekitar pukul 06.00 WIB pagi tadi dari depan rumah.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun