Hari Minggu mestinya hari yang baik-baik saja. Â Hari Tuhan, hari istirahat. Â Tapi siapakah manusia sehingga Tuhan harus memberikan hari Minggu yang baik-baik saja baginya?
Selalu ada hal janggal yang membuat  suatu hari  menjadi tidak baik-baik saja.  Tak perduli hari itu hari Minggu atau bukan.
Begitulah.  Pada hari Minggu yang lalu  (20/03/2022), aku dihadapkan pada dua kejadian janggal di jalanan.  Janggal dari sisi logika dan etika.Â
Tapi justru karena janggal, aku tertarik untuk menguliknya. Â Sekadar mencoba menarik pelajaran dari dua kejadian itu. Â
Lelaki Pengamen dan Perempuan Entah Siapa
Saat berhenti di perempatan Panglima Polim Raya dan Panglima Polim IX, Jakarta Selatan, karena lampu rambu lalin sedang merah, dua orang pengamen beraksi di zebra cross. Â
Seorang di antaranya lelaki usia duapuluhan. Dia bernyanyi -- entah lagu apa, tak terdengar  -- sambil memainkan gitar pengiring.Â
Seorang lagi perempuan duapuluhan dalam kondisi hamil besar.  Dia berdiri di samping lelaki tadi. Di genggamannya ada  wadah plastik bekas bungkus permen untuk uang saweran.
Hal yang menarik, pada kepala gitar lelaki pengamen itu tertempel sepotong kertas karton. Â Tertulis di kertas itu: "KORBAN PHK RELA MENANGGUNG MALU NGAMEN DEMI ANAK ISTRI DI RUMAH".
Sebuah pesan yang mengharukan. Tapi sekaligus membuat keningku berkerut. Gara-gara frasa " DEMI ANAK ISTRI DI RUMAH".
Soalnya begini. Kalau istrinya di rumah, lantas siapa perempuan hamil yang berdiri di samping lelaki itu?