Kehadiran Dewan Pengarah BRIN malahan ditolak karena dinilai akan membatasi kebebasan akademik. Riset akan dipaksakan sesuai idiologi Pancasila dan kepentingan pemerintah.Â
Logikanya di mana. Di satu sisi para periset kita kini menghamba pada kepentingan liberalisme/kapitalisme negara-negara Barat dan Asia Timur. Itulah yang mereka klaim sebagai "kebebasan akademik".
Sekarang, saat pemerintah membentuk Dewan Pengarah BRIN untuk memastikan idiologi Pancasila, dan UUD 1945, sebagai nilai atau kepentingan riset nasional, kok malah timbul penolakan.Â
Wajar jika timbul pertanyaan apakah para periset kita sudah menjadi antek liberalisme/kapitalisme Barat dengan misi menjauhkan bangsa Indonesia dari idiologi Pancasila?
Argumen bahwa Dewan Pengarah akan membatasi kebebasan akademik, dengan pagar idiologi Pancasila dan kepentingan pemerintah, itu sejatinya tergolong sesat pikir strawman, orang-orangan sawah. Itu adalah pengalihan ke isu "pembatasan kebebasan akademik".Â
Isu sesungguhnya adalah perubahan muatan idiologi riset dari liberalisme/kapitalisme  ke Pancasila/gotong-royong. Para periset resisten, menolak keluar dari zona nyaman, konteks liberalisme/kapitalisme. Mereka menolak perubahan karakter ke riset Pancasilais.
Lalu muncul tuduhan bahwa Dewan Pengarah BRIN akan melarang, misalnya, riset tentang khilafah dan separatisme Papua. Tentu saja akan dilarang jika tujuannya untuk menegakkah khilfah di Indonesia, atau mendukung kemerdekaan Papua.
3. Kehadiran Dewan Pengarah tak akan menjadikan BRIN sebagai instrumen partai politik berkuasa.
Ketakutan bahwa Dewan Pengarah akan menjadikan BRIN instrumen pendukung kepentingan partai adalah sesat pikir "perumuman sembarang" (hasty generalization).
Betul Megawati itu Ketum PDIP, tapi dia menjadi Ketua Dewan Pengarah BRIN karena posisinya sebagai Dewan Pengarah BPIP. Jadi misi utama di BRIN bukan menjadikannya instrumen partai, tapi memastikan Pancasila sebagai idiologi riset BRIN.Â
Apalagi jika sudah menyangkut riset nuklir (BATAN), keantariksaan (LAPAN), dan biologi molekuler (Eijkman). Sangat berisiko jika riset nuklir, antariksa, dan biologi molekuler berada di tangan periset berhaluan anti-Pancasila dan anti-NKRI.Â