Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Pisahkan Obat Lelaki dari Obat Perempuan

10 Desember 2021   06:16 Diperbarui: 10 Desember 2021   11:06 606
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi penyimpanan obat dari vmedis.clom

Ini kisah konyol tapi nyata. Untuk menjaga harkat pelakon, saya samarkan saja tempat kejadian. Juga nama-nama yang tetlibat.

Ceritanya, Mpok Ani, warga Gang Sapi Jakarta sakit mata. Sebagaimana lazimnya, malan hari sebelum tidur, dia ambil salep mata dari kotak obat. Dioleskanlah salep itu pada kedua matanya.

Harapannya, besok pagi setelah bangun, sakit matanya akan sembuh. Atau sekurangnya mendinganlah.

Eh, pas bangun pagi hari, bukannya sembuh, matanya justru bengkak. Bang Pi'i, suaminya, kaget melihat mata istrinya bengkak macam bakpau mini begitu.

Karena Mpok Ani kebetulan bekerja sebagai pegawai kebersihan di sebuah klinik rawat inap, maka pagi-pagi dia diantar suaminya naik motor tua ke klinik itu untuk menemui dokter jaga.

Setelah memeriksa dan menanyakan apa yang terjadi, dokter jaga minta agar semua obat salep di rumah Mpok Ani dibawa ke klinik. Tugas itu dilakukan Bang Pi'i dengan baik dan benar.

Setelah memastikan jenis salep yang dioleskan Mpok Ani ke matanya, dokter jaga tak banyak cakap lagi, tapi langsung merujuk Mpok Ani ke satu rumah sakit besar. 

Entah bagaimana cara informasi bocor,  siang harinya seluruh pegawai klinik itu sudah tahu fakta berikut. Bang Pi'i ternyata pengguna salep pembesar anulaki, dan Mpok Ani secara gegabah telah mengoleskan salep itu ke matanya. Kebayang, dong, apa yang bakal terjadi.

Jangan ketawa. Itu tak lucu, tapi mengerikan, Saudara.

***

Kisah nyata Mpok Ani dan Bang Pi'i itu menjadi pengingat akan pentingnya manajemen penyimpanan obat-obatan keluarga. Itu untuk menghindari salah comot atau salah pakai obat macam Mpok Ani.

Sekurangnya lima aturan pemisahan sederhana berikut ini bisa diterapkan.

Pisahkan obat lelaki dan obat perempuan. Ini bukan berarti obat memiliki gender. Bukan. Tapi memang ada obat-obatan khusus untuk masalah kesehatan lelaki, semacam salep, puyer, sirop, dan pil pendongkrak daya seks. Jangan sampai, karena ditumpuk sembarang, perempuan salah oles atau tenggak obat.

Demikian pula perempuan punya obat untuk masalah kesehatan sendiri. Semacam pil KB, pil penyubur, salep anunita, dan lain sebagainya.  Jangan sampai suami yang lagi sakit kepala malah menenggak pil KB yang dikira aspirin.

Pisahkan obat anak dan obat dewasa. Dosis obat untuk anak lazimnya lebih rendah dibanding dosis untuk orang dewasa. Jangan sampai dosis dewasa, karena ceroboh, ditenggak anak. Bisa fatal. Atau dosis anak ditenggak orang dewasa. Ya, gak sembuh-sembuh.

Pisahkan obat bebas dan obat resep dokter. Obat bebas itu bisa digunakan siapapun, sesuai indikasi dan aturan dosis yang tercantum. Semacam obat kelompok parasetamol, bisa digunakan siapa saja. Asal mengikuti dosis dan indikasi yang tertera di kemasan.

Beda dengan obat resep dokter. Ini sifatnya spesifik dan individual. Hanya untuk mengobati penyakit tertentu pada individu tertentu. Bukan obat rame-rame atau segala umat macam obat flu atau obat batuk bebas.

Pisahkan obat luar dan obat dalam. Obat luar adalah obat yang dioleskan atau ditempelkan pada permukaan kulit. Semisal salep bisul, minyak urut, koyo, jodium, kompres, dan sebagainya.  

Obat dalam jelas yang dimasukkan ke dalam tubuh. Entah dengan cara ditelan atau diminum. Atau mungkin disuntikkan, semisal insulin.

Pisahkan obat valid dan kadaluarsa. Ini penting. Hanya obat yang masa berlakunya masih valid yang boleh disimpan. Itulah obat yang bisa digunakan.

Obat kadaluarsa harus disisihkan dan dibuang. Jangan pernah dipakai, kecuali punya niat cari penyakit. Pembuangannya harus sesuai prosedur, semisal menguburnya di pekarangan.  

Obat kadaluarsa jangan dibuang di tempat sampah. Khawatir didaur-ulang pemulung obat untuk dijual lagi. Juga jangan buang di selokan.  Bisa meracuni hidupan air selokan dan sungai. 

Lima aturan pemisahan itu setidaknya bisalah mencegah terjadinya tindakan salah comot obat. Itu tetmasuk tindakan yang sangat dihindari dalam dunia medis. Karena bisa berakibat fatal. Seperti kasus Mpok Ani tadi.

Terakhir, aturan umum, jauhkan tempat obat dari jangkauan anak-anak. Jangan sampai kaplet-kaplet antibiotik berubah jadi biji mainan congklak. (eFTe)

*Ditulis di Gang Sapi Jakarta hanya dan hanya untuk tayang di Kompasiana.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun