Sebenarnya tak ada kaitan kemarahan saya pada Guido Arisso dengan statusnya sebagai kampiun Best in Citizen Jornalism Kompasianival 2021.
Kamu boleh bilang itu judul clickbait. Silahkan saja. Saya cuma merasa judul macam itu terbaca keren bangetlah. Tapi abaikan sajalah soal kekampiunan Gui itu.
Kemarahan saya pada Gui(do) bukan karena dia bikin setori yang mendidihkan hati dan kepala. Bukan. Â Kemarahan saya semata karena Gui kini berstatus jomlo panik.Â
Gui panik karena sebentar lagi Natal (dan Tahun Baru), sementara dia belum punya gebetan nona manis untuk digandeng dan dipamerkan pada umat di Malam Natal nanti.
Karena itu Gui menyampaikan pesan dupleks dalam artikelnya. Pura-pura mengoprak para jomlo se-Manggarai, padahal dirinya sendiri, Â untuk segera memburu dan meramu pacar sebelum Natal tiba. Saya bilang se-Manggarai karena tak yakin di luar wilayah itu masih ada jomlo panikan.
Perlu diketahui, empat minggu sebelum Natal adalah Masa Adven. Itu masa penyiapan batin bagi umat Katolik untuk menyambut kelahiran Yesus Kristus Sang Penebus.
Tapi Gui akan menghabiskan Minggu-Minggu Adven itu untuk memeriksa para nona jomlo se-Manggarai. Demi menemukan seorang noba manis yang sudi jadi pacarnya.Â
Bagaimana saya tidak marah. Gui bukannya memeriksa dan menyiapkan batin selama Minggu Adven. Agar batinnya putih kinclong saat merayakan kelahiran Sang Penebus. Dia malah sibuk mencari nona putih kinclong untuk digandeng dan dipamerkan saat Malam Natal nanti. Â Kecantol nona Kakartana, hajablah kau, Gui.
Tapi zaman sudah berubah rupanya. Kini Masa Adven Natal adalah hari-hari mencari nona kinclong untuk jadi pacar. Dan Malam Natal adalah malam pameran pacar kinclong kepada umat segereja. Dan lagu Malam Kudus adalah music score untuk dua sejoli dimabuk cinta.
Untunglah Yesus Kristus datang ke dunia ini untuk membawa cinta-kasih. Â Dan seorang jomlo yang sukses menggandeng pacar ke gereja di Malam Natal mungkin bisa dimaknai sebagai pemanggungan cinta-kasih.