Hari Minggu dalam penanggalan Masehii adalah Hari Tuhan. Itu hari untuk memuliakan Sang Pencipta. Untuk mengucap syukur atas karunia "penciptaan" (hasil kerja) pada enam hari sebelumnya.Â
Begitu yang diajarkan dan kemudian diterima orang Batak sejak menganut agama Kristen mulai 1864. Hari Minggu itu hari istirahat, tidak pantas untuk bekerja (di sawah/ladang dan pasar).
Apakah hari Samisara juga hari istirahat orang Batak untuk memuliakan  Mulajadi Nabolon, Dewata Pencipta Maha Agung? Bisa diperiksa pada karakter hari itu sebagai berikut:
1. Samisara
Hari para raja. Hari baik untuk melaksanakan pesta besar sesuai keputusan para raja Dalihan Natolu (hula-hula, dongan tubu, boru).
2. Samisara Purasa
Hari para raja. Hari baik untuk mengadakan pesta adat besar, kegiatan mohon berkah, dan mengantar anak ke rumah metuanya.
3. Samisara Moraturun
Hari buang sial. Hari baik untuk mohon berkat pada Mulajadi Nabolon, Â memasang jerat, mebangkap ikan, dan berburu.
4. Samisara Bulanmate
Hari berhati-hati. Hari ini harus hati-hati dalam kata dan tindakan, baik untuk mengobati orang sakit, Â menangkap ikan, dan berburu.
Jadi, pada hari Samisara orang Batak boleh bekerja. Hari itu bukan hari istirahat, atau hari memuliakan Mulajadi Nabolon. Tidak seperti hari Minggu dalam penanggalan Masehi.
Hari istirahat dan memuliakan Mulajadi Nabolon bagi orang Batak tempo dulu mungkin adalah Ringkar, Â hari ketigapuluh. Ini hari baik untuk saling memaafkan dan memuliakan Mulajadi Nabolon.
Apakah itu berarti orang Batak bekerja terus-menerus 29 hari per bulan, atau 348 hari per tahun?Â
Tentu saja tidak. Perhalaan Batak itu bukan untuk keperluan penandaan waktu setiap hari seperti penanggalan Masehi. Tapi, seperti disinggung di atas, untuk keperluan meniti hari baik untuk suatu kegiatan. Baik kegiatan adat maupun kegiatan sosial dan ekonomi non-adat.