Jangan terlalu serius memikirkan judul tulisan ini. Sebab artikel ini ditulis menanggapi satu tulisan takserius. Maksudku tulisan Prov. Al Pebrianov, "Menulis di Kompasiana Tetap Menarik  Walau Tidak Menarik" (K. 26/8/2921).
Ingat, saya bilang "tak serius", ya. Bukan dangkal atau sampah. Artikel Prov. Al Peb, memang bikin mataku berkerinyit. Bukan karena berpikir serius. Tapi karena tertawa geli. Gak ngerti juga kenapa saya merasa geli. Itu sungguh menggelikan, bukan.
Pesan inti artikel Prov. Al Peb itu sederhana: tulislah  artikel  menarik yang tak menarik. Tak usah didebat. Itu Aksioma 2 dari Prov. Al Peb. Aksioma 1: Tahun 2222 semua artikel headline.
Macam mana bentuk "artikel menarik yang tak menarik" itu, saya juga tak tahu. Bahkan Prov. Al Peb sebenarnya juga tak tahu. Sebab tak ada pakemnya. Â Bedalah dengan artikel kenthir. Eh, itu juga tak ada pakemnya.
Tapi saya tahu tip menulis untuk menghasilkan "artikel menarik yang tak menarik". Itu saya sebut metode "menulis tanpa menulis". Â Semakin puyeng? Lewatkan sisa tulisan ini kalau takut semaput.
Begini. Kata guru dan dosen, menulis itu harus pakai outline. Harus ada latarbelakang, masalah, tujuan, kegunaan, data, analisis data, paparan, kesimpulan, dan rekomendasi. Itulah definisi operasional menulis menurut orang pintar.
Kalau "menulis tanpa menulis"? Gampang. Lupakan definisi operasional menulis ajaran guru dan dosen itu. Merdekakan pikiranmu. Percayakan semua pada intuisimu, dan serendipitas -- temuan tak terduga -- yang muncul berkat kerja intuitif.
Pada intinya, "menulis tanpa menulis" itu berangkat dari diri yang otonom. Setiap orang adalah penulis yang  bebas menulis tentang apa saja dan dengan cara apa saja yang logis dan etis.  Lupakan pedoman formal menulis yang memasung kemerdekaanmu, membunuh pikiran inovatif dan kreatif dalam dirimu.
Apakah saya mengumbar omong kosong? Tidak. Periksa kanal puisi Kompasiana dalam beberapa hari terakhir. Di situ ada sejumlah puisi anarkis hasil kolaborasi sejumlah Kompasianer "merdeka" dari Gang Kenthir. Puisi-puisi itu anarkis karena setiap orang telah menyumbang larik/bait semaunya. Lalu seorang dari para penyumbang itu melaras-sunting puisi itu semaunya pula.Â
Puisi-puisi itu telah "ditulis tanpa ditulis". Hasilnya, puisi  "menarik yang tak menarik". Menarik karena struktur dan subtansinya tak lazim. Tak menarik karena bukan puisi sebagaimana lazimnya kita kenal.