Dengan segala maaf kepada Miguel de Cervantes, sastrawan Spanyol, karena saya telah mengubah tokoh rekaannya, Don Quixote de la Mancha, menjadi Don Quixote de la Kompasiana. Hal itu terpaksa saya lakukan untuk menggambarkan seorang Kompasianer yang merasa dirinya seorang ksatria penumpas kejahatan. Â
Cervantes  menerbitkan novelnya, El ingenioso hidalgo don Quixote de la Mancha, dalam dua volume tahun 1605 dan 1615.  Abdul Muis menerjemahkan novel itu ke Bahasa Indonesia dengan judul Don Kisot de la Mancha  (Penerbit Balai Pustaka, 1949). Terjemahan Abdul Muis inilah yang  saya baca tahun 1975 di perpustakaan suatu sekolah calon pastor di Siantar.
"Somewhere in La Mancha, in a place whose name I do not care to remember…"[1] Cervantes mengawali kisahnya. Alonso Quixano, seorang bangsawan Spanyol menderita "keracunan otak".  Lantaran over-dosis membaca dongeng-dongeng ksatria. Dia tak mampu lagi membedakan fantasi dan realita, fiksi dan fakta.
Puncaknya, Alonso merasa dirinya adalah  Don Quixote de la Mancha, seorang ksatria yang  punya tugas mulia untuk membasmi kejahatan yang mengancam keselamatan negeri. Menunggang kuda kurus bernama Rocinante, dan dikawal Sancho Panza, Don Quixote kemudian menjelajahi pedesaan Eropa untuk menumpas para penjahat.
Betullah. Â Dalam petualangannya, Don Quixote bertarung dengan para raksasa yang akan mengganggu warga desa. Â Faktanya, apa yang dilihatnya sebagai raksasa itu hanyalah bangunan kincir angin.
Don Quixote juga bertempur dengan sepasukan serdadu yang akan menyerang desa. Â Faktanya, itu bukan serdadu, melainkan kawanan biri-biri.
Dia juga bersua lalu menyerang seorang ksatria lain dan berhasil merebut helm perunggu miliknya. Â Faktanya, dia menyerang seorang tukang pangkas rambut yang mengenakan baskom sebagai pelindung kepala.
Itulah sebagian dari petualangan konyol Don Quixote, seorang ksatria dalam khayalnya.  Dia menciptakan musuh-musuh fiktif dalam fantasinya.  Lalu dia memerangi musuh jahat itu, sebab  seorang ksatria wajib melindungi rakyat dari petaka  dan kehancuran.  Â
***
Don Quixote itu khayal. Â Tapi dia ada di sini dan kini. Â Dia adalah fantasi yang berakar pada realita. Â Fiksi yang berangkat dari fakta. Karena itu hadirnya terlacak pada realitas sosial.