"Inangtua! Â Betul, ya, Poltak mau jadi pastor!"
Binsar bertanya kepada nenek Poltak yang sedang menjemur gabah di halaman rumah. Â Dia, Poltak, dan Binsar baru tiba dari sekolah.
"Betul," jawab nenek Poltak singkat. Â Poltak sudah pernah memberitahu cita-citanya itu kepada neneknya. Â Neneknya sangat setuju dan mendukung.
"Bah, bagaimana itu. Nanti Poltak tak kawinlah," protes Binsar.
"Bah, tau apa kau Binsar soal kawin. Â Sudah, sana! Â Pada makan siang dulu!" Â Nenek Poltak memutus pembicaraan.
"Aku yang mau jadi pastor, kenapa pula teman-teman yang keberatan," pikir Poltak. Â Terngiang lagi pertanyaan Berta tadi, "Kau serius mau jadi pastor?" Â Poltak tak memberi jawaban. Â Dia tak yakin anak-anak pernah serius.
Kabar begitu cepat tersebar di Panatapan. Â Dari Binsar dan Bistok kepada orangtua dan kakak-kakak mereka. Â Dari kakak-kakak itu kepada teman-teman mereka di Toruan dan Sorlatong. Â
Demikianlah. Kabar Poltak mau jadi pastor dengan cepat sudah menjadi pengetahuan umum di kalangan umat Gereja Katolik Aeknatio.
"Ompu Poltak, aku dengar kabar, katanya Poltak mau jadi pastor, ya. Â Betulkah itu?" Â Pada hari Minggu, di halaman gereja, Ama Rumiris, Porhanger Gereja Katolik Aeknatio menanyakan kebenaran kabar itu .
"Betullah seperti itu, Porhangernami," Â jawab nenek Poltak memastikan.