Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Menjadi Profesor Kenthirisme di Kompasiana

10 Juni 2021   17:19 Diperbarui: 11 Juni 2021   15:31 540
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Profesor Kenthirisme" adalah sebuah jenama (brand).  Itu melekat pada Kompasianer Felix Tani (FT).  Bukan terbentuk secara seketika dan bersengaja.  Tapi lewat proses panjang, selama 2014-2021, dan takterduga. 

Pada bulan-bulan pertama FT menulis di Kompasiana, tak pernah terpikirkan gagasan menabalkan diri sebagai Profesor Kenthirisme. Awalnya, hanya ingin menulis dan menulis saja.  "Memberi yang terbaik untuk perubahan", begitu taglinenya waktu itu.  

Tagline itu yang mengantar FT meraih verifikasi biru.  Karena, berdasar spirit itu, menulis artikel seputar pertanian, edukasi, ekonomi, sosial-budaya, dan politik menggunakan perspektif sosiologi.

Lantas bagaimana cara jenama "Profesor Kenthirisme" itu terbentuk dan melekat hingga kini pada Kompasianer FT?  Mulanya, jenama "profesor" dan "kenthirisme" itu terpisah sebagai jenama yang berdiri sendiri.  Tapi kemudian tersatukan.  Saya akan ceritakan proses terbentuknya, sudi atau tak sudi Anda mendengar.

Terbentuknya Jenama "Profesor"

Jenama "Profesor" terbentuk secara taksengaja dalam proses penulisan seri artikel metode penelitian kualitatif di Kompasiana.  Nomor pertama seri itu, "Penelitian Kualitatif #001: Apa Batasannya?" tayang di Kompasiana pada 6 Februari 2015.  Jumlah  artikel seri itu seluruhnya ada 39  nomor.   Nomor terakhir, "Penelitian Kualitatif #039: Ciptakan Sendiri Kategori Datamu" tayang pada 18 Agustus 2015.    

Tingkat keterbacaan seri artikel penelitian kualitatif itu, menurut ukuran sekarang, sungguh menakjubkan.  Bisa melewati angka 500 pageviews.  Sebagian kecil artikel itu menduduki Head Line, sebagian cukup besar Pilihan, dan sebagian lagi tanpa label. Itu tergolong angka keterbacaan luar biasa untuk jenis artikel akademis.   

Seri artikel pemelitian kualitatif itu memiliki sejumlah pembaca, skaligus penilai dan pengomentar, setia.  Saya sebutkan beberapa Kompasianer yang sampai kini masih aktif: Pebrianov, S. Aji, Susy Haryawan, Ronny Rachman, Taufan S., Johanis Malingkas, Jepe Jepe, Indria Salim, Giri Lumakto, dan Jati Kumoro.  

Rekan-rekan pembaca setia itu, dimotori oleh Susy Haryawan, Jati Kumoro, dan Pebrianov. kemudian menyematkan julukan "Profesor" pada FT.  Sebab interaksi antar FT dan pembaca pada seri artikel itu dibayangkan seperti "kelas kuliah".  Dosennya FT dan mahasiswanya para pembaca setia.  

Julukan "Profesor" itu jelas sebuah candaan, bukan gelar sesungguhnya. Itu semacam penganugerahan gelar "Profesor Humoris Causa" untuk FT. 

"Gelar" itu jemudian menjadi nama sapaan yang terbawa ke artikel-artikel lainnya. Kebetulan artikel-artikel FT itu memang selalu berpijak pada data dan menggunakan kerangka teori atau konsep sosiologi, walau tak selalu eksplisit. Maka sebutan "Prof. Felix"kemudian  menjadi sesuatu yang biasa dalam kolom tanggapan artikel FT, sampai sekarang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun