Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pesepeda Versus Pemotor, Konflik Antar Kelas Sosial di Jalan Raya Jakarta

3 Juni 2021   17:31 Diperbarui: 4 Juni 2021   12:16 1584
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Baru-baru ini viral "konflik" antara sekelompok  "pesepeda" (roadbikers)  dan seorang "pemotor" (motorist) di Sudirman Jakarta. Pada satu foto yang beredar di medsos, tampak pemotor menoleh ke belakang sambil mengacungkan jari tengahnya ke arah kelompok pesepeda. Itu umpatan jorok, kasar.

Apa yang telah terjadi? Dari teks yang beredar di medsos dan pemberitaan, diketahui pemotor itu sebelumnya telah membunyikan klakson panjang, minta jalan lewat mendahului pesepeda .  Pasalnya kelompok pesepeda itu bergerombol di jalur tengah dan kanan jalan.  Jalur-jalur itu  diperuntukan bagi kendaran bermesin. Sepeda harusnya di jalur terkiri. [1]

Dari sudut pandang sosiologi kejadian itu sejatinya mencerminkan konflik sosial. Tepatnya konflik kelas, antara "kelas menengah"  dan "kelas bawah", dalam masyarakat.  Sebuah konflik terbuka yang dipanggungkan di tengah jalan raya, suatu ruang publik.

Menariknya, merespon kejadian itu, Gubernur Jakarta Anies Baswedan justru berencana mengeluarkan kebijakan yang memihak "pesepada", kelas menengah kota itu.  Langkah itu justru akan mempertajam konflik kelas di jalanan.[2]

Saya akan bahas soal itu nanti di belakang.  Sekarang mau bahas konflik pesepeda dan pemotor dulu. Itu adalah  representasi dari konflik-konflik antar kelas sosial yang terjadi di jalanan Jakarta.  

Kelas Menengah dan  Kelas Bawah di Jalanan Jakarta

Dalam konteks sosial-ekonomi Jakarta, "pesepeda jalanan" (roadbikers) termasuk kalangan kelas menengah masyarakat.  Para pesepeda itu secara ekonomi tergolong kaya. Secara sosial punya pekerjaan formal mapan, punya jabatan atau kedudukan.  Lalu, secara politik sedikit-banyak mereka punya relasi dengan penguasa.

Mereka naik sepeda bukan karena miskin, seperti warga Bantul yang tiap hari bolak-balik ke Yogyakarta. Mereka punya mobil, mungkin mobil mewah. Mereka juga punya motor, mungkin motor gede.  

Naik sepeda berkonvoi adalah bagian dari gaya hidup (lifestyle) mereka.  Khususnya untuk pemenuhan kebutuhan olahraga, rekreasi, dan eksistensi sekaligus.  

Dalam rangka eksistensi, bersepeda bagi mereka menjadi wahana pemanggungan simbol status (status symbols), benda material penanda kesejahteraan dan kuasa kelas memengah. Sepeda, helm, kacamata, jersey, celana, kaus kaki, dan sepatu dengan merek tertentu, lazimnya produk impor dengan harga mahal, adalah simbol-simbol status kelas menengah.  

Benda-benda material itu membedakan mereka dari pesepeda miskin di Bantul sana, yang hanya mengunakan sepeda onthel multifungsi dan caping sebagai simbol statusnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun