"Bagus!" Guru Marihot menuliskan perkalian itu di papan tulis. " Kalau seratus bilah pagar ditancapkan dengan jarak sepuluh sentimeter, berapa meter panjang pagarnya?" Â
Diam lagi. Â Tak ada jawaban. Â Kembali Guru Marihot menyapukan pandangan mata melotot dan pamer wibawa kumis.
"Berapa? Â Poltak!"
"Tiga belas dikali sepuluh sentimeter, Gurunami. Seribu tigaratus sentimeter. Â Dibagi seratus sentimeter. Sama dengan tiga belas meter!" Guru Marihot menuliskan pula perkalian dan pembagian itu di papan tulis.
Untung hanya perkalian sepuluh dan pembagian seratus. Â Poltak tidak mengalami kesulitan menjawabnya. Â Coba kalau perkalian tujuh belas dan pembagian tujuhpuluh tujuh. Â Getokan Guru Marihot bisa menumbuhkan tanduk biru di jidat Poltak.
"Bagus! Pintar!" Guru Marihot menyapukan lagi pandangannya kepada semua anak. "Sekarang kita praktek. Â Keluar semua. Â Bawa bahan masing-masing. Â Kita ke rumah Pak Guru."
Rumah Guru Marihot berdiri di tepi jalan menuju Portibi, nyaris pada posisi tusuk sate dengan jalan masuk ke Gereja HKBP Hutabolon. Â Tepatnya, rumah Guru Marihot berseberangan dengan lapak pangkas rambur Si Garjung. Ke sanalah murid-murid kelas tiga pergi. Â Praktek berhitung.
"Kita akan pagari pekarangan depan rumah ini. Panjang pagar di sisi depan delapan meter. Â Sisi kiri dan kanan, sampai muka kiri dan kanan rumah, masing-masing dua setengah meter." Â Guru Marihot memberi arahan.
"Ayo, mulai pasang pagar.  Jojor, Marolop, dan Nalom  di sisi kiri.  Jonder, Adian dan Togu  di sisi kanan. Poltak, kau aturlah teman-teman yang lainnya di sisi depan. Ingat, jarak bilah pagar sepuluh sentimeter!"
"Berta! Kau pimpin teman-temanmu menanam bunga di kedua pojok pekarangan. Â Ada berapa pohon bunga?"
"Sepuluh, Gurunami!" Â jawab Berta sigap.