Pekerjaan sampingan ada di samping pekerjaan utama. Â Misalnya seorang guru SD menjadi tukang ojek selepas jam sekolah. Â Itu artinya dia melakukan pekerjaan sampingan (sebagai tukang ojek) di luar pekerjaan utamannya (sebagai guru SD).
Penghasilan sampingan ada di samping penghasilan utama. Â Misalnya, guru SD yang menyambi jadi tukang ojek tadi. Â Penghasilan utamanya dari pekerjaan sebagai guru SD. Â Sedangkan penghasilan sampingan dari pekerjaan sebagai tukang ojek.
Namanya pekerjaan sampingan, logikanya curahan waktu dan perolehan hasil harusnya lebih kecil. Tapi, dalam kenyataan, Â logika semacam itu tak sepenuhnya berlaku. Â Pada kasus guru SD tadi, bisa saja curahan waktu untuk ngojek lebih besar dibanding ngajar. Â Penghasilan dari ngojek, secara kumulatif bisa saja lebih besar ketimbang gaji ngajar.
Kalau curahan waktu untuk dan penghasilan dari pekerjaan sampingan lebih besar dibanding pekerjaan utama, apakah masih tepat disebut sebagai pekerjaan sampingan? Â Ya, masih, sepanjang secara demografis guru tadi -- kembali ke contoh itu -- diakui berstatus guru SD aktif. Â Secara sosiologis, satus sosialnya juga diakui lingkungannya sebagai guru SD. Â
Tapi secara ekonomi, penghasilan utamanya mungkin bukan dari pekerjaan utama sebagai guru SD, melainkan dari pekerjaan sampingan sebagai tukang ojek. Â Hal itu bisa saja terjadi. Â Apalagi jika guru SD itu punya beberapa pekerjaan sampingan. Misalnya, selain tukang ojek, juga membuka jasa les matematika, jualan pulsa, jual ikan cupang, dan makelar tanah/rumah.
Kalau penghasilan dari kerja sampingan lebih besar, lantas mengapa orang bertahan pada pekerjaan utama? Â Jawabannya, demi kepastian ekonomi dan status sosial. Pekerjaan utama, semisal guru SD, apalagi jika pegawai negeri sipil, memberikan penghasilan bulanan yang bersifat pasti dan juga gaji pensiun di usia purnatugas. Â
Lalu, dia punya status sosial yang jelas dan terhormat dalam masyarakat, sebagai guru SD. Status seperti itu, jika dia jomlo, lebih menariklah untuk calon mertua.  Ketimbang tak punya pekerjaan utama, tapi punya banyak kerja sampingan tak permanen.  Istilah demografisnya, penganggur terselubung atau, kata orang Medan, mocok-mocok alias srabutan.
Satu hal yang menjadi nilai tambah pekerjaan utama, dia bisa berimbas positif pada pekerjaan sampingan. Â Misalnya, tukang ojek yang pekerjaan utamanya guru SD cenderung akan lebih dipilih oleh calon penumpang, karena dianggap lebih jujur dan bisa dipercaya.
Ada pertanyaan, apakah penghasilan sampingan pasti bersumber dari pekerjaan sampingan? Jawabnya, "Tidak!" Penghasilan sampingan bisa juga bersumber dari pekerjaan utama.
Untuk mengerti soal itu, penting membedakan antara "gaji" (salary) dan "pendapatan" (income). Gaji adalah hak berupa imbalan finansil dan natura yang diterima seseorang sebagai konsekuensi pelaksanaan kewajiban kerjanya. Â Misalnya, guru menerima gaji bulanan, termasuk di dalamnya gaji pokok dan beragam tunjangan.
Pendapatan adalah seluruh penghasilan finansil dan natura, baik legal maupun ilegal yang diterima seseorang dalam satu jangka waktu tertentu, misalnya dalam sebulan atau setahun.