Jijay bombay rasanya, harus adubacot soal erti ghosting. Ini gegara Admin K menawarkan topil ghosting di K. Â Disambut artikel amuk Daeng Khrisna, menyindir tandas penyakit keminggris Min K.Â
Tiadakah padanan ghosting dalam bahasa Indonesia? Apakah bahasa Indonesia sudah jatuh miskin? Atau Min K dan Kompasianer yang berada di bawah garis kemiskinan kosakata?
Mengompori amuk Daeng Khrisna, Engkong Felix menawarkan kata raib (meraib) sebagai padanan ghosting. Daeng Khrisna yang kaya kosakata kemudian mengusulkan tiga kata: hilang (menghilang), raib (meraib), hantu (menghantu).
Karena trauma pada hantu, Engkong Felix menolak kata itu sebagai padanan ghosting. Lagi pula, dalam konteks relasi cinta, ghosting itu bukan sesuatu yang menghantui, tapi sesuatu yang bikin ambyar. Lha, kalau masih menghantui, ya, berarti doi masih ada di sekitar, dong. Cuma, wujudnya mahluk halus, gitu.
Mas Joko P. alias Jepe Jepe, ikut nimbrung pula adubacot. Dia setuju kata raib sebagai padanan ghosting.Â
Tapi dia mengusulkan kata peraiban untuk padanan "proses ghosting." Engkong Felix langsung julid, membaca peraiban sebagai per-aib-an, seperti halnya per-kota-an. Â Peraiban berarti tempat aib. Nah, jadi meleceng artinya.
Adubacot tiga Kompasianer itu tentang padanan ghosting tampaknya mengerucut pada kata raib (ra.ib), meraib (me.ra.ib), keraiban (ke.ra.ib.an). Artinya, doi mendadak hilang dari pelukan dan tak bisa dihubungi lagi. Itu seperti suami-istri berangkat tidur malam bersama, eh, paginya istri atau suami telah hilang ditelan gelap malam.
Mengagumkan. Adubacot bisa tiba pada sebuah kesepakatan: raib (meraib, keraiban) adalah padanan untuk ghosting. Â Aneh, Admin K kok gak tahu ya kalau bahasa Indonesia punya kosakata raib. Kurang kenthir, sih.(*)
*)Tentang artikel yang ditulis tiga Kompasianer itu, silahkan cari sendiri di K. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H