Aku ingin menjadi angin. Â Akan kuarungi seantero angkasa dan samudera langlang buana ke segala benua dan pulau di dunia. Maka aku bisa tamasya ke seluruh gunung dan lembah serta desa dan kota tanpa sepeser uang.
Aku ingin menjadi angin. Akan kujadi puting-beliung menghambalangkan keangkuhan hutan beton kota manusia. Â Maka umat manusia bisa menyadari gedung-gedung pencakar langit tak lebih dari menara Babel.
Aku ingin menjadi angin. Akan kujadi bayu sepoi-basah menina-bobo para koruptor hingga mereka terlena. Â Maka para pencuri uang rakyat itu akan terjatuh ke dalam perangkap besi milik pemburu koruptor.
Aku ingin menjadi angin. Akan kususupi batok kepala oposan dari lubang telinganya hingga kritiknya masuk angin. Maka penguasa bisa tidur nyenyak dilelapkan derik jangkrik.
Aku ingin menjadi angin. Akan kutiupi serbuk sari tetumbuhan hingga menyusup  ke dalam rekah putik bunganya. Maka tetumbuhan itu bisa hamil dan melahirkan buah-buahan dan biji-bijian bagi para petani.
Aku ingin menjadi angin. Â Akan kugembungi roda-roda karet kendaraan yang kempis oleh tikaman paku dan ujung belati. Â Maka tukang tambal ban di tepi jalan bisa mendapat satu dua ketip untuk mengepulkan asap dapurnya.
Aku ingin menjadi angin. Â Akan kujadi pembawa kabar dari seorang kekasih yang merindu kekasihnya di tanah seberang. Â Maka hati dua sejoli bisa bertemu dalam bisikan rindu yang tak hendak sudah.
Aku ingin menjadi angin. Akan kususupi perut perempuan jelita itu sampai dia masuk angin akut. Â Maka dia akan terkentut-kentut sehingga semua lelaki mata keranjang lekas menjauh darinya.(*)
*Gang Sapi Jakarta, 15.02.21, pagi di bawah siraman renai hujan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI