Aku lelaki tua eloknya menyetir mobil tua. Kami senyawa. Â Mobil tuaku itu kaki-tanganku; aku lelaki tua ini kepala mobilku. Berdua, aku dan dia, berbincang setiap hari; kami saling mengerti..
Aku lelaki tua keliling kota bersama mobil tuaku. Lelaki muda dan mobil muda melesat menyalip kami. Â Berdua, kami sama woles, sama santuy. Jalanan kota milik kami berdua; orang lain cuma pinjam pakai.
Aku lelaki tua amat bangga pada mobil tuaku. Terutama saat mobil muda mogok di tepi jalan, sementara kami berlalu pelan. Kami bukan bersuka atas kesusahan orang; cuma ketemu relung untuk bersyukur.
Aku lelaki tua tak hendak menjual mobil tuaku. Walau berkala montir langganan setia menawarkan harga yang pantas. Selalu kutampik: sekali mobil tuaku kujual, uangnya tak kan cukup tuk beli mobil muda.(*)
Gang Sapi Jakarta, 08.02.21
Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H