“Komik strip” dialog Natalius Pigai dan Gorilla yang dibagikan Ambroncius Nababan lewat akun media sosial kini direspons Bareskrim Polri sebagai sangkaan tindakan rasis. Tapi lebih tepat dikategorikan tindakan humiliasi?
Saya akan coba menjawab dua pertanyaan dalam setarikan nafas itu secara ringkas. Tapi sebelum itu penting untuk memahami dulu konsep-konsep rasisme dan humiliasi.
***
Saya mulai dari konsep yang paling gampang: humiliasi. Jika merujuk pada Merriam-Webster Dictionary, humiliasi (humiliate) diertikan sebagai “to reduce (someone) to a lower position in one's own eyes or others' eyes : to make (someone) ashamed or embarrassed.”
Dalam Bahasa Indonesia, “menurunkan (seseorang) ke posisi yang lebih rendah di mata seseorang atau mata liyan; membuat (seseorang) malu atau taknyaman.” Dalam satu kata, humiliasi berarti “penghinaan”, atau “penistaan”, atau “merendahkan.”
Untuk memudahkan pemahaman, saya beri contoh berupa kalimat-kalimat penghinaan. Guru kepada murid: “Dasar otak udang kamu!” Direktur kepada karyawan: “Dasar monyet kamu!” Orangtua kepada anak: “Kamu anak setan!”
Lanjut ke pengertian rasisme. Saya merujuk pada pengertian yang diberikan Audrey Smedley (Profesor Antropologi, Virginia Commonwealth University) dalam Britannica Encyclopedia.
Rumusan Smedley: “the belief that humans may be divided into separate and exclusive biological entities called “races”; that there is a causal link between inherited physical traits and traits of personality, intellect, morality, and other cultural and behavioral features; and that some races are innately superior to others.”
Ringkasnya, menurut Smedley rasisme atau rasialisme, adalah “keyakinan bahwa manusia dapat dipilah ke dalam entitas biologis (ras) yang bersifat terpisah dan eksklusif.” Juga diyakini “adanya hubungan kausal antara ciri fisik bawaan dan bobot personalitas, intelektualitas, moralitas, dan ciri budaya dan tatalaku lainnya.” Implikasinya, “diyakini bahwa, secara bawaan, beberapa ras tertentu lebih tinggi dibanding ras lainnya.”
Lagi, saya berikan contoh untuk memudahkan pemahaman. Orang kulit putih menganggap orang kulit berwarna (hitam, merah) sebagai kasar, bodoh, dan barbar, sehingga harus hidup secara terpisah. Gejala rasisme seperti itu nyata di Afrika Selatan era politik apartheid dan di Amerika Utara kini dalam bentuk “prasangka negatif berlebihan pada kaum non-kulit putih.”
Gejala rasisme seperti di atas, secara umum dikenal sebagai gejala superioritas ras Kaukasoid (ras putih) terhadap Mongoloid (ras kuning) dan Negroid (ras hitam). Pada skala mikro, bisa diamati kecenderungan dalam pengisian struktur organisasi perusahaan Amerika Serikat sebagai contoh: jabatan tinggi untuk ras putih, jabatan rendah untuk ras kuning dan hitam.