Tak hanya itu. Poltak juga percaya limun dapat membuka pikiran buntu. Dulu ketika dia dibawa paksa bapaknya ke rumah keluarga di Robean, ibunya menyuguhkan segelas limun. Setelah menenggaknya, pikiran Poltak  langsung terbuka. Dia menemukan jendela sebagai jalan lari, kembali ke rumah neneknya di Panatapan.
"Limun bisa menyembuhkan demam. Bisa membuka pikiran. Pasti bisa juga melancarkan hafalan perkalian."Â
Begitulah logika Poltak. Dia tak sepenuhnya salah. Hanya saja, dia tidak tahu-menahu tentang efek plasebo, keberhasilan berkat pikiran positif. Â
"Poltak! Kau sudah hafal perkalian sebelas sampai duapuluh?"
Binsar bertanya untuk memastikan kesiapan Poltak mengikuti ulangan berhitung pagi itu. Mereka, dengan Bistok dan anak-anak Pantapan lainnya, sedang bergegas ke sekolah.
"Hafallah. Luar kepala. Tak percumalah aku minum sebotol limun."
"Limun?" Binsar terheran-heran.
"Ya, betul. Limun. Obat segala masalah. Bisa bikin otak encer." Poltak meyakinkan  Binsar.
Poltak tak bertanya balik tentang kesiapan Binsar dan Bistok. Â Tak perlu. Pasti mereka sudah hafal luar kepala. Jika tidak, maka percumalah mereka tinggal kelas.
Pagi itu, sebelum masuk kelas, sudah beredar isu aneh di antara murid Kelas Satu. Katanya, minum limun bisa bikin pintar. Poltak akan membuktikannya. Biang isu itu, siapa lagi kalau bukan Binsar.
Ulangan pelajaran berhitung diwarnai suasana tegang pagi itu. Tak seorang murid pun tahu dirinya akan mendapat soal ujian perkalian  bilangan berapa. Guru Barita menggunakan cara undian.