Lima artikel lagi setelah tulisan ini, capaian jumlah artikelku akan genap seribu. Lalu? Mau apa lagi setelah itu?Â
Nanti saya akan jawab. Saya ingin cerita acak tentang beberapa hal yang terjadi dalam "Perjalanan Menuju Seribu" itu.Â
Dengarlah baik-baik. Sebab ini cerita dari seorang yang telah beruban dan berumur, kata lain dari "orang tua".
Mengawali cerita dari belakang, saya baru tahu bahwa dua orang rekancanda di K, Mas (S.) Aji dan Prov. Al Peb(rianov) ternyata bernasib serupa denganku. Sama-sama dua kali nomine Best in Opinion, lalu sama-sama dua kali "kalah". Â
Karena itu kami bertiga tergolong  warga yang berempati pada seseorang telah dua kali nyapres dan dua kali pula kalah. Sekalipun kami bukan simpatisannya. Begitulah praktik politik yang beretika.
Saya memang menganggit puisi "Suara Orang Kalah (di Kompadianival 2020)", sebagai "opini" terhadap kontestasi K'nival Awards. Itu bukan puisi duka karena kalah. Tapi puisi luka karena kami, oleh suatu0 sistem kapitalis, dibuat menjadi "orang kalah" di lingkungan "keluarga" K. Â Kontestasi yang tidak etis itu bukan kemauan kami, tapi kemauan K(ompasiana) yang K(apitalis).
Saya bilang tidak etis karena K'ners direkayasa menjadi hakim atas saudaranya sendiri, untuk menentukan siapa yang  layak "menang". Lalu yang "kalah", termasuk mayoritas non-nomine, itu apa. Bukankah K dibangun oleh ratusan ribu K'ners yang tak termasuk dalam bilangan "pemenang"?Â
Tentu soalnya menjadi beda jika, misalnya, dibuat pemilihan terbuka untuk menentukan, katakanlah, duapuluh orang yang disepakati mewakili K'ners menerima bingkisan terimakasih dari K pada setiap helatan K'nival.
Tentang bingkisan itu, tentulah nomine yang "kalah" akan kebagian juga. Tahun lalu saya misalnya mendapat merkandis kaos, kantong, dan dompet kartu. Tahun ini tentulah akan kebagian pula. Tentu harus berterimakasih sebab kebetulan saya memerlukan henpon baru. Henpon lama sudah eror-eroran sehingga kerap menghasilkan artikel bermutu rendah. Seperti artikel ini.
Lupakan soal K'nival Awards yang tidak transparan itu. Lupakan soal nomine Best in Opinion. Sebab saya dan rekan-rekan K'ners sudah "The Best in my Opinion". Karena kita semua, yang "dimenangkan" dan "dikalahkan" serta yang "tak dihitung", sudah memberika yang terbaik dari diri kita di K ini. Karena itu Min K sungguh keterlaluan teganya, Â masih gigih mempertahankan tombol "TIDAK MENARIK" di bawah artikel.
Sebenarnya Aji, Peb dan saya adalah manusia-manusia tahu diri. Kami sadar mustahil menjadi pemenang di K karena, dari segi mazhab tekstualisasi, kami adalah penyimpang. Aji adalah penganut mazhab narsisme, Peb penganut mazhab nudisme, dan saya penganut anarkisme varian kenthirisme. Â (Saya sudah pernah menulis artikel tentang hal itu di K.) Â