Sebuah Permakluman
Guru juga manusia. Sering lebih usil juga lebih nakal dari murid. Sebab guru tidak boleh kalah dari murid. Begitulah kukenang tiga orang guruku di Sekolah Dasar. Nun jauh di pedalaman Tanah Batak sana. Di paruh kedua enampuluhan hingga paruh pertama tujuhpuluhan.
Guru Kelas Satu
Guru Barita namanya. Keras roman wajah dan suaranya, juga kepalanya. Ditugasinya kami membawa tongkat kayu ke sekolah. Seorang murid satu tongkat. Kami laksanakan tugas. Tanpa firasat apa pun. Tongkat itu ternyata untuk pemukul kepala kami. Saat keliru menjawab pertanyaannya. Maka cilaka tigabelaslah murid yang membawa tongkat kayu keras.
Guru Kelas Tiga
Guru Oskar namanya. Â Pendek gempal tubuhnya. Keraslah suaranya, tak terhalang oleh lebat kumisnya. Ditugasinya kami membawa bilah-bilah bambu ke sekolah. Seorang murid lima bilah bambu. Kami laksanakan tugas. Tanpa firasat apa pun. Sehari kemudian rumahnya sudah berhias pagar baru. Terbikin dari bilah-bilah bambu yang kami bawa sehari sebelumnya. Alangkah cerdiknya guru kami.
Guru Kelas Lima
Guru Paruhum namanya. Kurus tinggi tubuhnya. Keras suaranya, tak sepadan dengan tipis kumisnya. Paling berbisa jitakannya di kepala. Â Paling ditakuti karena setia menguji murid setiap hari. Tapi komik bisa menghentikannya. Maka aku bawakan komik untuknya. Sehingga kelas terbebas dari siksa ujian. Sebab guru kami tenggelam dalam komik. Terimakasih kepada para komikus.
Sebuah PernyataanÂ
Aku bangga pernah menjadi murid Sekolah Dasar. Aku bangga pernah diajar dan dihajar Guru Barita, Guru Oskar, dan Guru Paruhum. Mereka membuat kepalaku benjol bengkak sehingga isi benakku berkembang.(*)
Â