Buta hari itu takdir terbaik seorang ayah. Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jumat, Sabtu, dan Minggu, tak satu pun dikenalnya. Hanya ada satu hari di hatinya: hari esok, hanya untuk anak-anaknya terkasih. Demi itu peluhnya menggenang di pijakan kakinya.
Nafas itu karunia terindah seorang ayah. Dari setiap hembusan nafas itu merebak harapan masa depan terindah bagi anak-anaknya. Baginya hanya tersisa satu  hembusan nafas terakhir. Disisihkannya untuk hadiah bagi Yang Maha Kasih, tanda terimakasih dari anak-anaknya. Â
Buta hari itu takdir terbaik seorang ayah dan nafas itu karunia terindah baginya. Dia hanya tahu satu hari esok untuk anak-anaknya, alasan tunggal untuk tetap bernafas. Tahu hanya satu hari, sebelum hari ini, ketika anak-anaknya menghaturkan sekuntum Hortensia indah. Sambil mengucap merdu "Selamat Hari Ayah, kami cinta Bapak."(*)
Gang Sapi Jakarta, 12.11.20
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H