Â
Nasib malang itu ibarat pencuri di malam hari. Kita tidak tahun kapan tepatnya dia datang. Begitu kita terbangun, ternyata dia sudah kabur membawa barang-barang yang diperlukannya.
Begitulah nasib malang menimpa saya. Di ruang percakapan akun Kompasianaku, tiba-tiba masuk beberapa pesan dari sejumlah Kompasianer Junior (ada juga Debutan) yang meminta maaf kalau-kalau artikel dan komentarnya telah menyinggung perasaanku.
Tentu saja saya bingung. Artikel atau komentar yang mana, tanggal berapa, saya tidak pernah tahu. Â Ujug-ujug, kok pada minta maaf.
Permintaan maaf itu menempatkan saya, seorang Kompasianer Penjelajah bongkokan, sebagai orang malang, karena tiba-tiba ditakuti. Â Takut kalau-kalau saya tersinggung. Â
Seolah hatiku terbuat dari pualam. Â Indah tapi disentil sedikit langsung retak. Ah, halus kali.
Tidak. Â Saya tidak tersinggung pada isi artikel maupun komentar di Kompasiana, sejauh tidak menyerang pribadi (argumentum ad hominem).Â
Jika ada misalnya komentar yang menyinggung pribadi, atau bersifat SARA, saya tidak tanggapi. Â Biasanya Admin K akan bertindak menghapusnya.
Kompasianer bisalah mengandalkan Admin K sebagai penapis etika artikel di Kompasiana. Jika sebuah artikel dinilai tidak etis, termasuk plagiat, pasti langsung diberangus. Â Â
Kalau artikel masih bercokol, berarti tidak ada masalah etika. Â Kalau pun ada sedikit masalah, paling juga kena sanksi "tanpa label".
Saya pikir rekan-rekan Kompasianer Junior itu mungkin takut pada saya karena khawatir saya merisak mereka. Â Jadi maafnya dipanjar dulu.Â
Bisa jadi mereka pernah baca betapa ganasnya artikel saya dalam merisak sesama Kompasianer, baik itu Junior maupun Senior. Â