"Baguskah bibir Bu Tejo?"
Itu pertanyaan kwaliteit istimewa dari Pebrianov dalam artikel pertamanya, "Kebakaran Gedung Kejaksaan Agung di Layar Bu Tejo" (K.23/8/20) setelah sewindu menghilang.
Begitu Pebrianov nongol, nulis artikel, langsung nembus Artikel Utama. Semprul, memang.
Tapi itu bukti Admin K sangat sayang kepada Kompasianer "tua" yang gemar menghilang.
Tesis Pebrianov, harus diakui, memang cihuy. Bu Tejo itu representasi kita, katanya. Termasuk di situ, terutama, Pebrianov sendiri.
Maksudnya, representasi netizen yang lebih perduli pada "kebetulan" ketimbang "kebenaran". Â
Kebetulan ada isu seksi di internet, langsung viralkan. Soal kebenarannya, urusan belakang. Stok meterai berlimpah.
Semboyan netizen: kebetulan dulu, kebenaran kemudian.
Begitulah. Kata Bu Tejo, yang bikin internet itu orang pinter, jadi isinya pasti bener. Jangan ragu menyebarluaskannya.
Organ tubuh yang terpenting di zaman ini adalah jemari dan bibir. Â Jemari untuk viralisasi di media sosial, bibir untuk amplifikasi di ruang publik.