Artikel saya "Kemiskinan Petani Manggarai, Pandangan Orang Luar" (K. 1/6/2020), yang menanggapi artikel rekan Suherman "Bertahun-tahun Bekerja di Sawah, Kenapa Ekonomi Petani Manggarai Tidak Berkembang?" (K.29/05/2020), sesuai harapan telah mengundang suatu diskusi yang serius di ruang komentar Kompasiana.Â
Rekan-rekan Kompasianer, khususnya dari NTT, telah memberi tanggapan yang bernas berdasar fakta lapangan dan pengalaman mereka. Â
Tanggungjawab saya kemudian adalah merangkum hasil diskusi itu. Lalu melaporkannya dalam sebuah postscriptum seperti ini. Â Â
Sebab tidak adil menurut saya apabila mengundang rekan-rekan berdiskusi tetapi kemudian tidak mempertanggungjawabkan hasilnya.
Diskusi itu telah memberi pemahaman baru bagi saya tentang konteks sosial, ekonomi dan politik petani/pertanian padi sawah di Manggarai Raya (Manggarai, Manggarai Timur, Manggarai Barat). Â
Karena itu, berdasar hasil diskusi, Â saya menilai perlu merumuskan ulang persoalan dan kemudian mencoba memikirkan solusinya.
Masalah Pokok Pertanian Padi Manggarai
Diskusi itu telah mengungkap sejumlah masalah pokok pertanian padi di Manggarai NTT.
Pertama, masalah produktivitas rendah. Rata-rata hanya  4.0 ton GKG/ha.  Jauh di bawah rata-rata nasional 5.2 ton GKG/ha. Â
Produktivitas rendah ini diakibatkan faktor benih bermutu rendah, struktur tanah sawah yang terdegradasi oleh penggunaan pupuk kimia berlebih, serta pengendalian hama dan penyakit yang tidak efektif. Â
Juga karena cekaman perubahan iklim global yang menyebabkan kekeringan dan banjir di luar kelaziman.