Coba amati Jakarta, sebagai representasi kota-kota. Di sini segala moda transportasi modern tersedia. Â Dari sepeda motor, mobil pribadi, oplet kota, bus kota, keteta api, LRT, sampai MRT. Â Tinggal pilih sesuai arah dan tujuan.
Transportasi kota Jakarta amat memanjakan warganya. Sekarang, dari Blok M ke Gedung Asean di Jakarta Selatan, warga Jakarta pilih naik MRT. Tiga menit sampai.
Padahal jarak Blok M ke Gedung Asean hanya 850 m. Â Bisa ditempuh jalan kaki 11 menit. Jatuhnya tidak beda dengan naik MRT yang butuh waktu 8 menit turun-naik stasiun. Bedanya naik MRT hemat keringat. Itu saja.
Warga Jakarta telah menjadi warga termanja se-Indonesia. Jarak ratusan meter saja naik kendaraan. Â Fungsi kaki-kaki mereka sudah digantikan roda-roda transportasi.Â
Lihatlah, jarak 200 meter saja anak-anak kampung menggeber motor dengan kecepatan 70,000 meter per jam. Â Untuk apa coba. Â Kalau bukan pamer kemalasan jalan kaki.
Kemarin Poltak memesan bakso seporsi lewat jasa ojek online. Â Tahu seberapa jauh jarak warung bakso dari rumahnya? Cuma 100 meter. Alasannya, pemerataan rejeki di masa pandemi Covid-19. Â Halah, ngaku malas jalan kaki aja pakai dalih filantropis.
Anggota badan itu, kalau lama tidak dipakai perlahan-lahan akan terdisfungsi alias lumpuh. Â Orang jarang makan daging, lama-lama taringnya tumpul sehingga geliginya menjadi rata mirip punya sapi.
Begitu dulu kata guru biologi di SMP. Lalu Poltak berpikir kreatif. Kalau setiap hari dia latihan mengepakkan kedua tangannya, pasti kelak akan berubah menjadi sayap. Â Lalu dia bisa terbang bagaikan burung. Â
Betul saja, saat kakek dan neneknya meninggal dunia, Poltak sudah bisa terbang. Â Setelah menguras tabungannya untuk beli tiketkapal udara.
Tapu itu cerita ngawur. Â Aku cuma mau bilang, karena terlalu dimanja transportasi modern, warga Jakarta itu semakin malas jalan kaki.Â
Paling banyak kaki warga Jakarta kini dipakai untuk injak gas dan kopling kendaraan. Ini mungkin semacam latihan menginjak-injak orang lain, demi sesuap nasi atau sekepal berlian.Â