Inilah dua dari banyak peristiwa konyol di masa pendemi Covid-19. Konyol dalam arti harusnya tidak terjadi tapi terjadi juga di lapangan.
Peristiwa pertama, 16 Maret 2020, penumpukan calon penumpang di Halte MRT, LRT dan Transjakarta. Â Dengan mengabaikan physical distancing untuk pencegahan Covid-19, penumpang berdesak antri menunggu giliran naik MRT, LRT dan Transjakarta yang dijarangkan frekuensi dan daya angkutnya. [1] Â
Peristiwa kedua, 14 Mei 2020, penumpukan calon penumpang di Terminal 2 Bandara Internasional Soekarno-Hatta.  Lagi, dengan mengabaikan physical distancing untuk pencegahan Covid-19, penumpang berdesakan antri menunggu giliran pemeriksaan dokumen bebas Covid-19, surat tugas, dan tiket pesawat. [2, 3] Â
Peristiwa pertama terjadi akibat implementasi kebijakan pembatasan transportasi umum Jakarta oleh Gubernur Anies Baswedan. Sedangkan peristiwa kedua akibat implementasi arahan pelonggaran PSBB oleh Presiden Jokowi.
Jika melihat dampaknya, yaitu sama-sama menyebabkan penumpukan calon penumpang di suatu ruang terbatas, maka kebijakan Anies dan Jokowi sama saja. Sama-sama mengingkari protokol pengendalian Covid-19 yaitu physical distancing.
Dari sisi itu, bisa dikatakan, Presiden Jokowi memang tidak belajar dari kesalahan Gubernur Anies. Akibatnya, peristiwa konyol itu terjadi lagi.
Mengapa Presiden Jokowi dan Gubernur Anies melakukan kesalahan yang sama? Sebagai pembelajar Sosiologi, saya akan coba jelaskan di bawah ini. Sekaligus saya akan tunjukkan bahwa itu bukan satu-satunya kesalahan dalam konteks penanggulangan Covid-19. Â
Matinya Sains Sosiologi
Teori fisika fluida, khususnya mekanika fluida, menggariskan bahwa jika outlet aliran lebih sempit dibanding inlet, maka akan terjadi penumpukan aliran pada ruang inlet. Â
Dalam teori fisika sosial, khususnya aliran sosial, berlaku pola serupa. Jika pintu keluar lebih sempit dari pintu masuk, maka akan terjadi kerumunan (crowd) di ruang pintu masuk.
Itulah yang terjadi di halte MRT dan Terminal 2 Bandara Soetta dalam dua kejadian di atas. Jumlah orang yang masuk ke MRT ataupun pesawat di bandara pada satu waktu bersifat terbatas. Sementara aliran penumpang tidak berhenti. Maka terjadilah penumpukan.