Ada politisi, antara lain Adian Napitupulu, yang mengeritik penyempitan badan jalan ini. Katanya tidak konsisten dengan upaya menurunkan polusi udara Jakarta  yang sangat parah. Sebab kemacetan akibat jalan sempit dinilai akan meningkatkan kandungan polutan asap kenderaan bermotor di udara.
Ada benarnya, tapi juga ada keliru pikirnya. Sebab penyempitan badan jalan itu telah diantisipasi dengan peningkatan layanan angkutan kota Transjakarta, MRT, dan Jaklingko. Dari Kemang misalnya sudah melintas bus Transjakarta yang nyaman dengan frekuensi tinggi.Â
Sayangnya penumpang bus itu belum terlalu ramai. Artinya kesadaran warga untuk membersihkan udara Jakarta, dengan cara mengurangi penggunaan kendaraan pribadi, masih rendah. Tidak adil untuk menyalahkan pemerintahan Pak Anies dalam soal ini. Warga juga harus mengedukasi diri untuk berperanserta menjaga kebersihan udara Jakarta.
Terkait pelebaran trotoar di Kemang itu ada yang "aneh tapi nyata". Sebelum trotoar diperlebar, sejumlah pohon peneduh jalan, angsana dan glodogan, tegak persis di gigir trotoar. Setelah pelebaran posisinya menjadi di tengah trotoar. Â
Pak Anies, saat peninjauan proyek trotoar di Kemang, bilang pada Wali Kota Jaksel, bahwa pohon-pohon itu aneh karena tumbuh di tengah trotoar. Kata Anies akarnya bisa merusak struktur jalan dan trotoar, juga menghalangi pejalan kaki terlebih pengguna kursi roda. Karena itu timbul gagasan untuk menggusur pohon-pohon itu dari sana ke taman atau lokasi lain.
Orang lalu bergunjing. Pak Anies itu tak berani menggusur warga yang salah mukim di bantaran kali. Karena mereka pasti melawan. Tapi dia tega menggusur pohon dari trotoar. Karena mereka pasti diam pasrah.
Pak Anies, bukan pohon-pohon angsana dan glodogan itu yang aneh, tapi cara pikir Pak Gubernur dan Wali Kota Jaksel. Tak seharusnya pohon digusur untuk mencegah kerusakan trotoar dan jalan. Apalagi karena alasan mengganggu pejalan kaki.Â
Teknologi struktur trotoar dan jalanlah yang harus direkayasa, agar adaptif terhadap pertumbuhan pohon. Pak Anies kan punya orang-orang hebat dan pintar di TGUPP. Tanyakanlah cara pelebaran trotoar tanpa menggusur pohon pada mereka. Aneh kalau mereka tak punya solusi.
Lagi pula kalau logika "pohon aneh karena tumbuh di tengah trotoar" itu dipakai, maka betapa banyak pohon yang harus digusur di Jakarta. Bukan hanya di Kemang tapi juga di banyak ruas jalan di Jakarta. Mau digusur ke mana? Lagi pula biaya gusur pohon itu mahal. Walau mungkin tak semahal anggaran lem aibon Rp 82.8 miliar.
Pada intinya, proyek pembabatan kabel udara dan pelebaran trotoar yang dilakukan pemerintahan Anies sudah benar. Lebih benar lagi jika itu bisa dilakukan tanpa harus menggusur pohon-pohon pelindung jalan. Jadikan "pohon-pohon aneh" itu sebagai bagian dari "seni trotoar". Itu lebih indah dan alami ketimbang instalasi bambu getah-getih atau bronjong karang.
Terhadap proyek tersebut dengan gembira saya harus katakan, "Pak Anies, lanjutkan!"