Tadi malam saya bertemu Nasruddin Hoja, sufi cerdas kocak asli Turki yang sohor ke delapan penjuru bumi. Â Saya dungu jika menyia-nyiakan kesempatan bertanya pada mullah Nasruddin Hoja. Â Sebab bukankah dia tempat bertanya yang tak pernah kering jawaban menohok?
Maka saya (+) langsung memutuskan mewawancarai Nasruddin Hoja (-) perihal isu terpanas di Indonesia kini. Â Apalagi kalau bukan persidangan sengketa hasil Pilpres 2019 oleh Kubu Prabowo-Sandiaga yang kini sedang bergulir di Mahkamah Konstitusi.
+Tentulah Mullah sudah membaca dan menonton perihal persidangan gugatan Kubu Prabowo-Sandiaga tentang hasil Pilpres 2019 yang sedang berlangsung di Mahkamah Konstitusi negara kami. Â Bagaimana pandangan Mullah mengenai gugatan tersebut?
-Oh, ya. Saya sudah baca dan tonton. Kubu Prabowo-Sandi menggugat agar kemenangan Jokowi-Amin dibatalkan karena jumlah suara kemenangannya diperoleh dengan cara-cara curang, bukan?
+Tepat. Intinya seperti itu, Mullah.
-(Diam berpikir sejenak) Saya kira tuduhan kemenangan Jokowi-Amin karena berlaku curang itu kurang lebih seperti pengalaman saya waktu kehilangan kunci.
+Maksud, Mullah? (Saya mengerinyitkan dahi, kurang paham).
-Ini analogi saja. Â Suatu malam saya kehilangan kunci di dalam rumah. Tapi kondisi rumah waktu itu gelap tanpa penerangan. Karena itu saya putuskan mencari kunci yang hilang itu di rumah tetangga. Karena di sana terang.Â
+Mohon lebih jelas, Mullah. Saya belum paham.
-(Nasruddin menatap saya dengan sinar mata kasihan) Begini. Kubu Prabowo-Sandi itu menurut saya sebenarnya kehilangan suara di dalam rumah sendiri. Tapi dia mencari suara yang hilang itu di rumah Jokowi-Amin.
+(Saya manggut-manggut, mulai paham arah penjelasan Nasruddin).