Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Pemenang Debat Kedua adalah Pemenang Pilpres 2019

17 Februari 2019   20:15 Diperbarui: 17 Februari 2019   20:21 994
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemenang Debat Kedua Pilpres 2019 malam ini, Minggu 17 Februari, diperkirakan akan tampil sebagai pemenang Pilpres 2019.  

Alasannya tema debat malam ini, yaitu pangan, energi, infrastruktur, sumberdaya alam, dan lingkungan, adalah tema yang menyangkut langsung hajat hidup masyarakat Indonesia.

Jadi, siapapun di antara kedua capres,  Jokowi atau Prabowo, yang memenangkan debat, dalam arti menawarkan gagasan dan rencana program realistis yang memihak kepentingan seluruh rakyat di lima bidang itu, maka kemungkinan besar dialah pemenang Pilpres 2019.

Tegasnya, rakyat pemilih akan menjatuhkan pilihan pada capres yang bisa menunjukkan dan membuktikan secara meyakinkan, bahwa kepemimpinannya akan meningkatkan akses rakyat pada infrastruktur, pangan, energi, sumberdaya alam, dan lingkungan.

Isu Kedaulatan

Isu kedaulatan diperkirakan akan menjadi fokus debat kedua Pilpres 2019 malam ini.

Di satu sisi Jokowi akan mengklaim peningkatan kedaulatan bangsa dan negara atas pangan, energi, dan sumberdaya alam.

Saya kira Jokowi akan menampilkan data capaian swasembada pangan, pencetakan sawah baru, kebijakan satu harga BBM, penguasaan saham mayoritas Freeport, dan sertifikasi tanah rakyat. Serta, tentu daja, pembangunan infrastruktur untuk akselerasi pencapaian kedaulatan nasional di ragam bidang itu.

Dari sisi lain, Prabowo sangat diharapkan bisa mematahkan klaim Jokowi dengan menyampaikan data valid skala makro terkait ujaran "80% tanah dikuasai asing", "99% rakyat hidup pas-pasan", "harga beras dan daging di Indonesia tergolong tertinggi di dunia", "kebocoran penerimaan negara", "Rp 100 ribu cuma bisa beli bawang dan cabe", sampai "tempe setipis kartu ATM".  

Jika Prabowo tidak mampu memberikan bukti empirik atau argumen yang kokoh tentang pernyataan-pernyataan di atas, maka sulit berharap dia akan datang dengan solusi yang realistis dan relevan. Perlu dicatat, selama ini Prabowo sangat vokal menyuarakan masalah pembangunan di bawah pemerintahan Jokowi, tapi miskin tawaran solusi.

Salah satu isu yang sangat ditunggu adalah reforma agraria sebagai solusi pencapaian pemerataan dan keadilan dalam akses terhadap sumberdaya alam dan lingkungan khususnya tanah, hutan, dan laut.

Pertanyaan yang sangat krusial untuk Prabowo adalah: jika benar 80% tanah dikuasai asing, maka mestinya solusi yang relevan adalah  reforma agraria dalam arti luas. Tidak semata landreform, tapi reforma akses dan aset agraria meliputi tanah, tambang, hutan, dan laut.

Termasuk dalam reforma agraria iru adalah opsi nasionalisasi perusahaan asing. Kalau benar 80 persen tanah dikuasai asing, sehingga 99 persen rakyat Indonesia hidup pas-pasan.  

Isu Beras

Masalah perberasan mestinya akan menjadi isu krusial yang sengit dalam debat malam ini.
Prabowo sudah menabuh genderang perang dengan menyebut "harga beras di Indonesia twrgolong termahal di dunia".

Faktanya harga beras termahal adalah di Jepang (Rp 57,678/kg), sedangkan Indonesia menempati urutan ke-81 (Rp 12,374/kg). Termurah adalah di Srilanka (Rp 7,168/kg).

Tapi jika dikaitkan dengan pendapatan per kapita, Jepang USD 38,474/kapita (Rp 558 juta)  dan Indonesia Rp 3,877/kapita (Rp 56 juta), maka  harga beras di Indonesia nemang lebih mahal di Indonesia ketimbang di Jepang. 

Penduduk Indonesia harus menggunakan 0.022% pendapatannya untuk membeli 1 kg beras. Sedangkan penduduk Jepang cukup menggunakan 0.010%.

Pertanyaan krusial di sini adalah bagaimana cara Prabowo  menurunkan harga beras seperti dijanjikannya? Jika dia menjawab dengan peningkatan produktivitas, maka Jokowi sudah menjalankannya. Jika melalui impor beras murah,  maka dia menjilat ludah karena sudah kadung menggufat impir beras.  

Satu hal yang perlu dicatat, jika harga beras ditekan dengan cara menekan harga gabah, maka petani akan melawan. Karena hal itu berarti pemiskinan petani. Implikasinya, kehilangan suara petani dalam Pilpres 2019.

Sebenarnya ada jalan diversifikasi pangan. Tapi perlu diketahui beras adalah instrumen kekuasaan. Setiap presiden berkepentingan untuk menegakkan beras sebagai pangan nasional. Demi tegaknya kekuasaan.

Maka menjadi sangat menarik menunggu argumen Prabowo. Bagaimana dia akan menurunkan harga beras tanpa impor  dan harus meningkatkan pendapatan petani. Tentu Jokowi juga harus punya jawaban atas masalah ini.

Dengan catatan kecil di atas, mari kita saksikan Debat Kedua Pilpres 2019. Indonesia Raya sudah berkumandang. Malam ini kita akan tahu, siapa yang akan menjadi pemenang Pilpres 2019 nanti.

Demikian dari saya, Felix Tani, petani mardijker, menunggu  presiden yang memilih petani sebagai mitra pembangunan.***
 
 
 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun