Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Kemiskinan Terbagi, Fakta Tersembunyi di Museum De Tjolomadoe

1 Januari 2019   14:58 Diperbarui: 2 Januari 2019   17:23 1223
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar diri KGPAA Mangkunegara IV di Museum De Tjolomadoe (Repro display De Tjolomadoe)

Kedengarannya hebat, tapi C. Geertz kemudian mengungkap "keburukan" ekonomi ganda itu dengan mengajukan konsep "kemiskinan terbagi" (shared poverty). Benar bahwa pabrik tebu menghasilkan timbunan surplus, tapi terlalu kecil bagian yang diterima petani baik sebagai hasil pembayaran tebu segar maupun sebagai upah buruh pabrik.

Pada akhirnya, petani dan buruh tebu harus bertumpuk menggantungkan kebutuhan subsistennya pada swah sekali tanam per tahun. Terlalu banyak orang bergantung pada terlalu sempit sawah sehingga. Inilah kondisi yang disebut Geertz sebagai involusi pertanian, yang menimbulkan gejala kemiskinan terbagi di desa-desa lingkar pabrik gula.

Inspeksi kebun tebu yang terbakar (Repro koleksi arsip De Tjolomadoe)
Inspeksi kebun tebu yang terbakar (Repro koleksi arsip De Tjolomadoe)
Pada titik tertentu, ketika kemiskinan tak lagi tertahankan, maka perlawanan menjadi cara bertahan. Bentuknya berupa pencurian tebu untuk dijual sekadar memenuhi kebutuhan makan. Atau membakar kebun tebu sebagai bentuk kemarahan pada sistem pabrik yang bersifat eksploitatif terhadap petani dan buruh tani. Pencurian semacam itu bukan satu atau dua kali, tapi ratusan kali dalam setahun. Dalam periode tahun 1919-1921 misalnya tercatat 588 kali kasus pencurian.

***
Ketika meresmikan berdirinya Tjolomadoe tahun 1861, K.G.P.A.A Mangkunegoro IV sebagai pemilik pertama mencanangkan "Pabrik iki openono, nadyan ora nyugihi nanging nguripi". Artinya, "pabrik ini agar dirawat, walaupun tidak bisa membuat kaya tapi bisa menghidupi (masyarakat sekitar)".

Gambar diri KGPAA Mangkunegara IV di Museum De Tjolomadoe (Repro display De Tjolomadoe)
Gambar diri KGPAA Mangkunegara IV di Museum De Tjolomadoe (Repro display De Tjolomadoe)
Niat Mangkunegoro IV sungguhlah tulus. Tapi kapitalisme memiliki mekanisme kerja sendiri, yang bisa bertolak-belakang dengan niat tulus untuk menghidupi rakyat.

Fakta bahwa petani sekitar pabrik terjebak dalam ekonomi ganda, yang berujung pada involusi pertanian (sawah) dan kemiskinan berbagi, membuktikan bahwa cita-cita Mangkunegoro IV tentang "gunung madu" yang menghidupi rakyat tidak pernah menjadi kenyataan.

Foto-foto pencurian tebu dan pembakaran kebun tebu Tjolomadoe (di tanah sewaan) oleh petani adalah fakta penguat kesimpulan yang tak menggembirakan tentang manfaat Tjolomadoe untuk rakyat di masa lalu.

Saya harus minta maaf untuk laporan kunjungan yang tak semestinya ini, yang tidak mengabarkan kemegahan museum Tjolomadoe kini. Biarlah para milenial yang mengabarkan hal-hal seperti itu.

Saya, Felix Tani, petani mardijker, berkunjung ke museum untuk melihat apa yang terjadi sebelum ada museum.***


Solo, 1 Januari 2019

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun