Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Studi Kasus Selokan Gang Sapi di Jakarta (Bagian Ketiga)

31 Agustus 2018   06:00 Diperbarui: 31 Agustus 2018   07:53 569
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Situasi Gang Sapi Jakarta suatu sore, Jumat 24 Agustus 2018 (Dokpri)

Terlebih lagi  pada suatu hari dalam putaran kedua kampanye (7 Maret-15 April 2017), cawagub Sandi sempat berkunjung ke Gang Sapi. Di situ dia sempat menyapa seorang janda tua, yang rumahnya tergolong paling kumuh di Gang Sapi.

Ketika Anies sukses mengalahkan Ahok pada pencoblosan tanggal 19 April 2017, maka terjadi euforia lagi di Gang Sapi. Warga Gang Sapi telah ikut menyumbang suara pada kemenangan Anies.  

Dalam masa keriuhan kampanye, apalagi jabatan gubernur waktu itu diemban Sumarsono selaku Pelaksana Tugas, sebenarnya sudah mulai teramati disiplin petugas PSSU dan warga yang mulai kendor di Gang Sapi. Khususnya dalam soal penanganan kebersihan gang dan selokannya.

Kehadiran petugas PPSU dan gerobak sampah bermotornya tak lagi sekerap sebelumnya. Kadang sekali seminggu, lain waktu sekali dua minggu.  Sampah padat mulai terlihat di selokan, walau tidak sampai menyumpal aliran.

Ketika Ahok ditetapkan sebagai tersangka penistaan agama dan masuk ruang pengadilan, Djarot menggantikannya menjadi gubernur sepanjang 9 Mei - 15 Oktober 2017.  Djarot melanjutkan program-program pembangunan yang sedang berjalan. Termasuk program naturalisasi sungai dan pemeliharaan selokan sebagai bagiannya.  

Tak terkecuali selokan Gang Sapi. Petugas PPSU masih tetap hadir memelihara kebersihan gang dan selokan. Walau tak lagi seintensif sebelumnya.

Tanggal 16 Oktober 2017, Anies-Sandi dilantik Presiden Jokowi menjadi Gubernur-Wagub  Jakarta. Tampil sebagai "anti-tesis Ahok", pendekatan "menata (bantaran sungai) tanpa menggusur" yang dipromosikan Anies menjadi tanda tanya. Kira-kira akan bagaimana implementasinya?  

Di awal-awal pemerintahannya, tidak ada program yang  signifikan dari Anies terkait penanganan prasarana dan sarana umum kota, khususnya sungai dan selokan. Yang paling diingat orang sejauh ini adalah upayanya membangun "Tanggul Baswedan" yang berulang kali jebol di Kampung Air Jatipadang, Jakarta Selatan sepanjang Desember 2017.

Karena itu, sistem yang berjalan tetaplah sistem PPSU tinggalan Jokowi/Ahok/ Djarot. Hanya saja, disiplin implementasinya lebih kendor. Karena tidak ada lagi faktor Ahok yang dikhawatirkan bakal "memaki" jika petugas PPSU ketahuan tak becus kerja.

Sebenarnya pada bulan Februari 2018 Anies telah melontarkan konsep "naturalisasi sungai" (back to nature) sebagai anti-tesis untuk "normalisasi sungai" (rekayasa teknologi) ala Ahok.  

Tapi konsep itu kemudian mengendap. Mungkin karena "naturalisasi sungai" berimplikasi masif: pembongkaran talut beton, penanaman pohon di bantaran, dan penggusuran pemukiman di bantaran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun