Pada dingin pagi yang mengertakkan gigi. Â Di atas sepasang lutut tua gemetar diterpa dingin. Â Berdiri limbung aku hambaMu di kaki barat Buntu Burake, bukit cadas penaung Makale Tana Toraja nan permai. Â Sembunyi dari tatapMu dalam selubung kabut putih bukit cadas ini.
Kutatap nanar lurus ke pucuk cadas  Buntu Burake. Kutahu Engkau ada di sana dalam balutan perunggu. Berdiri megah agung berselimut awan putih. Terentang tanganMu memberkati seisi kota dan dunia Tana Toraja. Kutahu Engkau melihatku yang sembunyi tidak melihatMu.
Semburat  fajar mengusir perlahan selimut kabut Buntu Burake. Sosok agungMu dalam balut perunggu tampak megah menjulang ke langit.  Tiada lagi tirai awan antara Engkau yang tinggi di atas sana dan aku yang  rendah di bawah sini. Kutahu Engkau tidak  berpaling dariku ya Rajaku. Sekalipun kabut hitam membutakan imanku padaMu.
Di sini aku berdiri, Â kecil, Â menggigil, sembunyi di bawah telapak kakiMu di dasar cadas Buntu Burake di pagi yang dingin ini.***
Makale, Tanah Toraja 28 Desember 2017.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H