Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Belajar Ekonomi Lokal di Pasar Tradisional

7 Agustus 2017   12:32 Diperbarui: 8 Agustus 2017   00:09 1954
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana pasar tradisional (Foto: detik.com)

Di pasar tradisional juga bisa disaksikan penetrasi kota ke desa di bidang mode busana. Berkeliling los-los pakaian bisa dilihat produk-produk busana bermodel "kota" dipajang mencolok. Misalnya pakaian anak dengan motif karakter anime terbaru, dan pakaian remaja dengan model yang biasa dikenakan artis-artis ibukota.

Sejatinya, di pasar tradisional kita bisa saksikan ko-eksistensi  dua cara produksi yaitu kapitalisme industri kota dan komersialisme pertanian desa. Saya senang menyaksikan bagaimana liatnya komersialisme pertanian desa. Sehingga kapitalisme industri kota tidak pernah berhasil melindas habis komersialisme pertanian. Keranjang rotan, keranjang bambu, tikar pandan, tikar mendong, tikar rotan, dan kue-kue kampung (cenil, tiwul, gethuk, lupis, onde-onde, dll.) masih bertahan di pasar-pasar tradisional.  Bahkan kini mulai bersinar lagi, seiring dengan merebaknya gerakan "go green" atau "back to nature".

Singkatnya, berkeliling pasar tradisional memberi kita pengetahuan tentang sejarah ekonomi setempat, dinamika ekonomi lokal, interaksi kapitalisme dengan komersialisme, dan relung-relung survival ekonomi rakyat. Harapan tambahan pengetahuan tentang berbagai aspek itu membuat saya tidak bosan-bosannya mengunjungi pasar tradisional, setiap kali ada kesempatan.

Apa yang sudah saya sampaikan sebenarnya adalah pengamatan pasar sebagai salah satu metode penelitian kualitatif untuk studi sejarah dan dinamika ekonomi lokal. Mengunjungi pasar tradisional adalah belajar ekonomi lokal. Mudah-mudahan artikel ini tidak menggurui.***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun