Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Inilah Kompasianer yang Pertama Datang ke Kompasianival 2016

10 Oktober 2016   22:35 Diperbarui: 10 Oktober 2016   22:45 358
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

Siapa Kompasianer pertama yang datang ke arena Kompasianival 2016?  Felix Tani! 

Felix Tani? Ya, benar, Kompasianer petani mardijkers yang anarkis dan kampungan itu. 

Saya, Felix Tani, sebenarnya sudah melaporkan kedatangan saya di Gedung “Helm Tentara Romawi” Smesco hari Sabtu lalu (K. 8.10.16). Ada saksinya, rekan Johanis Malingkas. Tapi laporan itu kemudian saya hapus, karena tidak berhasil meng-upload foto-foto bukti kehadiran dari  poncerdas. Saya memang selalu menulis di poncerdas sekarang. Kalau tak ada foto, berarti omong kosong, bukan?

Tapi sekarang saya tahu cara meyakinkan rekan-rekan Kompasianer dan Admin K perihal rekor saya sebagai tamu pertama Kompasianival 2016. Menceritakan sedikit detil arena pesta. Berdasar ingatan dan rekaman foto di poncerdas.

Begini detilnya.

Datang dari Tendean, selepas lintas layang Tegalparang, di seberang tol kota Gatot Subroto, terlihat menyembul gedung Smesco seperti helm raksasa serdadu Romawi. Saya tahu di situlah hajatan Kompasianival 2016 digelar hari ini, Sabtu 8 November. Ke situlah saya ajan pergi.

Dalam hitungan menit setelah memutar balik di perempatan Patung Pancoran, saya sudah berada di depan gapura Kompasianival 2016 di Smesco. Itu gapura mengingatkan saya pada gapura Dirgahayu RI di kampung saya. Sungguh. Serius.

Aneh! Memasuki pelataran Smesco, suasananya lengang sekali.  Hanya ada beberapa mobil parkir. Dan tiga orang, entah siapa, duduk terkesan tanpa gairah. Dari gapura terlihat ruang dalam gedung “topi serdadu Romawi” juga sepi. Sama sekali tidak ada keriuhan dan kemeriahan pesta Kompasianival, seperti dikisahkan teman-teman tentang Kompasianival sebelumnya.

Saya jadi tertanya-tanya. Kemana semua Kompasianer? Kemana Aji, Pebrianov, Susy, Jati, Mike, Pak Tjip, Robi, Venus, Desol, Bambang, dan Kang Axtea, untuk menyebut 11 dari 111 orang Kompasianer yang saya ingin jumpai. Sempat terpikir olehku, jangan-jangan Kompasianival 2016 ini diboikot para Kompasianer.

Dengan rasa heran, saya melangkah memasuki gedung arena Kompasianival. Di koridor depan ada meja penerimaan pengunjung agaknya. Dilengkapi papan daftar acara Kompasianival mulai dari pukul 09.00 sampai 21.30 WIB. Di bidang bawah papan terpampang logo sejumlah sponsor, antara lain BCA, PLN, JNE, Pertamina, dan Freeport. 

Di sebelah kiri meja tamu itu berdiri tenda lapak Kolonel Sanders, sponsor juga rupanya. Berhadap-hadapan dengan lapak itu ada panggung kecil, lengkap dengan sepasang lampu sorot di lantainya, mungkin untuk kepetluan selfie atau wefie. Sempat terbayang Prof Pebrianov selfie “tanpa celana” di situ.

Masuk ke dalam hall, yang pertama menyolok mata adalah neonbox brand “kompasiana” di bagian belakang. Berhadapan dengan neonbox itu, mepet dinding depan,  dua orang kru sedang utak-atik soundsystem. Ketika mata memandang ke depan tampaklah panggung utama dengan  layar Kompasianival. Di atas panggung ditata kursi untuk pembicara agaknya. Di sisi kanan, kalau dilihat dari pintu, distandarkan satu unit  motor dan dua unit sepeda. Saya berharap sepeda itu hadiah untuk menggantikan sepeda tua rekan Bain Saptaman. Di sisi kiri panggung ada tiga orang kru sedang mempersiapkan peralatan band, termasuk tumpukan pengeras suaranya. Pasti itu untuk mengiringi Project Pop. 

Sempat saya membayangkan rekan Susy Haryawan naik ke atas panggung itu menerima trofi kemenangannya dalam kategori Best Opinion. Saya yakin itu. Lalu di bawah panggung saya membayangkan Prof Pebrianov “terheuheu tanpa celana”, karena gagal menjadi The Best untuk kedua kalinya. Lalu Pak Tjip datang menepuk pundaknya untuk membesarkan hatinya.

Di antara panggung dan neonbox tertata tiga gugus kursi, masing-masing gugus ada 7×5=35 kursi. Lalu di sisi kanan hall berturut-turut ada café blogger, lapak Kompas-Gramedia, dan lapak PLN. Lapak PLN dilengkapi truk catudaya, untuk menyetrum gadged para Kompasianer agaknya. Di sisi kiri ada lapak megah Freeport dan dua lapak kecil yang kurang saya perhatikan namanya.

Sekali lagi saya memandang sekeliling dan tak menemukan seorangpun Kompasianer. Hanya ada sejymlah kru dan petugas yang tak memperdulikan kehadiran saya. 

Karena tak ada Kompasianer, maka saya balik badan melangkah ke luar gedung. Ketika hendak keluar berkendara ke Jalan Gatot Subroto, saya sempatkan melirik arloji di pergelangan tangan kiri.

Uupps…! Ternyata baru pukul 06.00 pagi. Pantesan gak ada Kompasianer.

Saya langsung memacu mobil ke Subang. Di sana teman-teman petani sudah menunggu untuk panen bersama. Harus tiba di sana dalam 2 jam. Sambil menyetir, sempat terpikir mengapa Kompasianival 2016 ini tak dihelat di tengah sawah di Subang sana. Untuk berbagi dengan petani. Pasti lebih elok. Dan saya bisa hadir.

Saya memang sengaja menyempatkan diri mampir pagi-pagi di gedung Smesco, sekadar mencoba membayangkan gairah Kompasianival. Karena kali ini pun  saya tidak bisa hadir untuk berbagi rasa dengan teman-teman. Mudah-mudahan bisa di kesempatan lain.(*)

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun