Air Kali Krukut mungkin sudah sedemikian bencinya pada Ahok, sampai-sampai alirannya melawan gravitasi dengan cara mendaki ruas Jalan Tendean untuk selanjutnya membanjiri Jalan Monginsidi.
Setidaknya begitulah yang bisa disimpulkan dari pemberitaan sebuah media on-line Sabtu kemarin (Baca: “Luapan Kali Krukut Meluber Hingga Jl Wolter Monginsidi, Lalin Macet”, detik.com, 27/8/16).
Perlu diketahui Jalan Monginsidi atau Pasar Santa kurang-lebih 5 meter di atas permukaan air Kali Krukut. Sementara ketinggian genangan air di Jalan Tendean menurut pemberitaan itu baru 30 cm. Berarti air telah merayapi jalur tanjakan dengan kemiringan sekitar 25 derajad dari Tendean ke Monginsidi. Hanya kebencian yang memungkinkan “mujizat sesat” semacam itu.
Tapi tentu saja tidak begitu kejadiannya. Saya hanya ingin menunjukkan adanya irasionalitas dalam pemberitaan banjir di kawasan Kemang sampai Puloraya kemarin Sabtu. Irrasionalitas yang agaknya dipicu kebencian kepada Ahok. Sehingga terjadi pelebih-lebihan fakta, atau bahkan spekulasi lebay, dengan maksud menyudutkan Ahok.
Tentang banjir dadakan di Kemang juga begitu. Ada seorang Kompasianer yang menulis dua artikel tentang banjir itu dan keduanya menyalahkan Ahok. Malahan Kompasianer itu berspekulasi Ahok telah mengalihkan sebagian air Kali Ciliwung ke Kali Krukut untuk menghindari banjir di Kampung Pulo, dengan akibat banjir di Kemang. Tanpa menunjukkan di mana terdapat sodetan untuk pengalihan arus air itu.
Terlalu kerap orang menulis atau melaporkan sesuatu berdasar fakta sumir. Hanya berdasar laporan media, cerita orang, atau pengamatan sepintas. Hasilnya adalah tulisan yang jauh dari cerdas.
Tentang banjir Kemang misalnya, Sabtu kemarin pukul 11.30 WIB saya lewat jalur Kemang Raya dan menyaksikan ketinggian air Kali Krukut sudah hampir menyentuh dasar lantai jembatan. Padahal hari cerah, matahari bersinar terang.
Pada ketinggian air seperti itu, jika tanggul kali jebol misalnya di belakang komplek Lippo Mall, sedikit di hulu (selatan), maka Kemang Raya akan terkena “banjir badang”.
Dan persis itulah yang terjadi. Tambahan debit air akibat curah hujan lebat lepas tengah hari telah menyebabkan tanggul di belakang Lippo Mall itu jebol. Air lansung tumpah menjadi “banjir badang” ke komplek Taman Kemang dan meluap hingga ke Kemang Raya dengan kecepatan tinggi. Sedemikian cepatnya arus sehingga mobil-mobil yang berada di parkiran basement The Colony dan Tamani Cafe tidak sempat diselamatkan, serta di parkiran depan/samping cafe, tidak sempat diselamatkan.
Jadi, bisa disimpulkan, banjir Kemang kali ini memang “luar biasa”. Biasanya, jika hujan lebat, Kemang paling banjir 30-40 cm dan masih bisa dilewati. Juga cepat surut. Saya bisa pastikan, karena tiap hari saya lewat jalur itu.
Anehnya, baru kali ini kejadian banjir Kemang diklaim sebagai kesalahan seorang gubernur. Seolah-olah baru kali ini banjir terjadi di situ. Sehingga pasti penyebabnya adalah Ahok yang tak becus kerja.
Asal tahu saja, kawasan Kemang Raya itu sudah menjadi langganan banjir sejak 1960-an. Padahal waktu itu bantaran Kali Krukut masih berupa rawa. Belum ada bangunan permanen seperti sekarang. Hotel Grand Kemang sekarang pada waktu itu masih tanah kosong yang dimanfaatkan untuk pangkalan tank Angkatan Darat. Restoran KFC sebelah timurnya adalah rumah Jenderal Gatot Subroto. Apartemen The Mansion masih berupa rumah warung Bob Sadino. Bantaran Kali Krukut kadang-kadang masih didarati pesawat capung.
Seiring dengan tumbuhnya pemukiman, dan kemudian gedung-gedung tinggi, di bantaran kiri dan kanan Kali Krukut, banjir semakin kerap terjadi. Bangunan menjepit badan air yang menjadi sempit mulai dari tol Simatupang di selatan sampai Tendean di utara. Dengan kondisi seperti itu, banjir otomatis sudah menjadi risiko tak terelakkan bagi penghuni sepanjang alur Krukut. Banjir diundang sendiri.
Banjir terparah yang pernah saya alami terjadi, kalau tak salah, tahun 2004. Banjir bertahan sampai 3 hari. Kedalamannya di depan Kemchick sempat mencapai leher orang dewasa. Dalam tiga hari itu saya dan keluarga tidak bisa pulang ke rumah, di salah satu kampung di antara Kali Krukut dan Kali Mampang di sebelah timur. Semua jalan akses terputus oleh genangan banjir. Lalu-lintas dari Kemang sampai tol Simatupang mandeg total pada malam pertama banjjr. Banyak orang bermalam dalam mobil di jalanan.
Jadi, banjir Sabtu kemarin bukanlah yang terburuk, walau paling banyak makan “korban” mobil kelelep. Lagi pula Ahok tak ingkar janji untuk mengatasi banjir itu dalam hitungan jam. Dia langsung mengerahkan petugas untuk menanganinya.
Tadi pagi pukul 7.30 WIB saya lewat dari Kemang Raya. Jalanan sudah kering. Bisa dilalui dengan aman. Sementara petugas pemadam kebakaran berjibaku menyedot genangan air di basement The Colony dan Tamani Cafe. Agar mobil-mobil yang kelelep bisa dievakuasi.
Besok saya akan lewat lagi di jalan itu. Seperti yang sudah-sudah kegiatan ekonomi pasti akan menggeliat lagi di sana, sambil menunggu banjir berikutnya. Sementara sejumlah orang masih akan tetap menyalahkan Ahok sebagai biang penyebab banjir berkelanjutan di Jakarta.(*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H